Demikian dikatakan Peneliti Centre Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, merespons wacana revisi UU Pilkada dalam hal syarat jumlah dukungan untuk calon perseorangan. Revisi UU Pilkada adalah inisiatif pemerintah yang akan dibahas DPR RI.
Arya menganggap rencana menaikkan syarat dukungan tersebut merupakan bentuk dari ketakutan partai politik.
"Pertama, ini ketakutan parpol muncul kandidat populer, maju perseorangan. Kemudian angka-angka batas minimal dukungan calon kepala daerah secara independen sudah
fair," ungkapnya ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (15/3).
Menurut dia sebetulnya parpol tidak perlu khawatir terhadap kandidat populer di beberapa daerah. Semakin banyak pilihan pemimpin maka semakin baik untuk demokrasi.
"Parpol harus mencari orang yang baik kualitasnya yang diusung. Selain itu parpol juga harus membenahi penjaringan di Pilkada, bukan malah memberatkan angka dukungan calon independen," ungkapnya.
Dia akui wacana itu sangat memberatkan calon independen. Selama ini, tingkat kemenangan calon independen sangat kecil di daerah-daerah.
"Saya rasa wacana ini tidak
fair," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi II DPR berencana menaikkan batas minimal dukungan seseorang untuk maju sebagai calon kepala daerah melalui jalur perseorangan. Wakil Ketua Komisi II, Lukman Edi, mengatakan, peningkatan dilakukan untuk menyeimbangkan syarat calon usungan parpol naik 5 persen menjadi 20 persen di kursi DPRD.
Kenaikan syarat bagi calon independen cukup signifikan dari syarat awal dukungan KTP calon independen sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu 6,5-10 persen dari jumlah DPT. Namun, Komisi II sudah menyiapkan formula untuk rencana ini.
Hingga saat ini, rencana tersebut masih digodok untuk dimasukkan dalam revisi UU Pilkada. Fraksi-fraksi nantinya akan mengumpulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
[ald]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: