Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dan Ahok Pun Menjadi Tersangka?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/denny-ja-5'>DENNY JA</a>
OLEH: DENNY JA
  • Rabu, 02 November 2016, 07:53 WIB
Dan Ahok Pun Menjadi Tersangka?
Ilustrasi/Net
MUNGKIHKAH dalam waktu dekat Ahok menjadi tersangka untuk kasus surat Al Maidah?  Jawabnya bisa Ya, bisa Tidak. Namun jika Ahok menjadi tersangka, dugaan saya itu akan ikut meredakan gelombang bela Islam yang kini meluas ke banyak kota.

Secara hukum, menjadikan Ahok tersangka adalah mungkin. Secara politik membuat Ahok menjadi tersangka hal yang juga mungkin. Walau tersangka tak otomatis pasti diputus bersalah.

Aksi Bela Islam jilid 2 tanggal 4 November sudah begitu banyak menyerap energi bangsa. Selalu pula mungkin ia tumbuh lebih besar lagi menjadi Aksi Bela Islam jilid 3, jilid 4 dan seterusnya.

Ketika aksi massa meluas ke banyak kota, apalagi diwarnai girah agama, apalagi dimotivasi oleh mencari keadilan, apalagi ikut dipolitisasi oleh pertarungan politik, itu adalah bola api yang bisa liar. Terlalu besar resiko itu jika pemerintah membiarkannya berkembang secara alami.

Dalam public policy dikenal istilah Too Late, Too Little." Ini istilah untuk respon pihak yang berwenang yang terlalu lambat, dan terlalu sedikit mengatasi "krisis" yang ada.  Akibat Too Late dan Too Little, persoalan yang tadinya aman-aman saja berkembang menjadi besar. Biaya sosial yang dikeluarkan akkbatnya besar, yang sebenarnya tak perlu.

Presiden Jokowi dan pembantunya, termasuk aparat hukum jangan pula terkena sindrom itu: Too Little, Too Late.

Jokowi sudah menunjukkan kelincahannya. Ia mendatangi Prabowo di Hambalang. Ia juga mengundang petingga agama ke Istana. Belum diketahui ujung dari "Jokowi Way" ini dalam kasus Ahok di surat Al Maidah.

Ada empat alasan mengapa aparat hukum harus lebih sensitif untuk bertindak cepat. Empat alasan ini adalah common sense.

Pertama, jangan lagi gunakan alasan bahwa proses hukum atas Ahok baru dilaksanakan jika pilkada sudah selesai. Sederhana saja common sensenya. Jika pejabat saja, gubernur saja yang sedang menjabat bisa diproses hukum, apalagi yang hanya calon gubernur.

Yang penting sudah ada bukti awal yang cukup. Menunda proses hukum hingga selesai pilkada, berarti menundanya hingga Febuari 2017, 3-4 bulan lagi. Penundaan 3-4 bulan terlalu lama untuk membuat gelombang protes itu menjadi bola liar.

Saya bertanya kepada beberapa pakar tata negara dan pakar pidana. Semua mereka menjawab tak ada alasan menunda pemeriksan hukum atas kasus Ahok.

Kedua, sangat bagus solusi masalah the so called penistaan agama dan ulama itu ditumpukan kepada hukum nasional. Alternatif lain jika hukum nasional tidak diterapkan adalah hukum jalanan. Bahkan bisa juga "hukum agama" yang tak dikenal dalam hukum nasional.

Justru sebelum kasus ini menjadi liar, hukum nasional harus kasat mata ditegakkan. Jika tidak, dalam kondisi yang liar, selalu mungkin ada individu yang nekad, degan aneka motiv bergerak di luar tata tertib hukum nasional, dengan alasan hukum nasional tidak bekerja sesuai common sense. Apalagi jika ia dimotivasi oleh "panggilan agama."

Sekaligus juga ini menunjukkan bahwa hukum tidak "play favoritism": tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Atau tak hanya untuk orang biasa, tapi bukan untuk "politisi kesayangan."

Ketiga, sudah muncul framing yang belum tentu benar bahwa Jokowi melindungi Ahok. Saya meyakini isu ini tidak benar. Namun isu itu hidup dan semakin menyebar. Agak bahaya jika kemarahan bergeser dari seorang Ahok kepada yang terhormat presiden Indonesia. Apalagi ini kemarahan yang ada warna ghirah agama.

Langkah yang lebih cepat dari Jokowi dan aparat hukum dibutuhkan untuk meredamnya. Tentu isu itu tak bisa diredam oleh pernyataan semata. Namun butuh tindakan kongkret yang nampak mata.

Keempat, proses hukum justru bagus untuk Ahok sendiri. Secara psikologis, Ahok tak lagi diambangkan terlalu lama tentang kepastian kasusnya. Dan keadilan yang diberikan hukum nasional selalu lebih baik ketimbang alternatif lain yang tak terduga.

Toh dalam proses hukum itu, walau Ahok menjadi tersangka, jika benar sampai ke sana, Ahok bisa membela diri. Pastilah proses hukumnya akan transparan karena mata Indonesia, mungkin juga dunia akan memantau.

Seandainya Ahok menjadi tersangka dalam proses pilkada, sejauh ini murni proses hukum, Jakarta tidak kiamat. Namun Ahok berhak atas prasangka tak bersalah sampai hukum memutuskannya bersalah.

Begitu banyak masalah yang perlu menjadi perhatian kita. Alangkah malangnya kota Jakarta atau Indonesia jika kita semua tersandera oleh hanya kasus "satu orang bernama Ahok."

Segera kita move on. Sekali lagi pihak yang berwenang harus merenungkan itu. Jangan bertindak yang disebut Too Little, and Too Late.

Sekali lagi Ahok tidak harus menjadi tersangka. Namun jika proses hukum yang normal membawanya menjadi tersangka, biarlah hukum nasional menjadi panglima. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA