Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pembentukan Citra Negatif Indonesia Di Luar Negeri

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/batara-r-hutagalung-5'>BATARA R. HUTAGALUNG</a>
OLEH: BATARA R. HUTAGALUNG
  • Senin, 15 Mei 2017, 12:55 WIB
SETELAH mencuatnya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki T. Purnama alias Ahok, beberapa negara tertentu, terutama Belanda, mendapat amunisi baru dan segera melancarkan lagi serangan terhadap Indonesia.
 
Ini bukan peristiwa pertama yang terjadi di Indonesia, yang di "internasionalisasikan" oleh orang-orang Indonesia, yang menjadi kaki tangan dan antek-antek asing.   
 
Yang selalu sangat gencar memojokkan Indonesia dengan isu pelanggaran HAM adalah mantan penjajah dan sekutunya, yaitu Belanda, Inggris, Australia dan USA (Abdacom).
 
Kemudian diikuti oleh Jerman (ingin memoles citra Jerman yang dikenal sebagai penjahat perang dalam Perang Dunia II) dan Perancis (ada warganya, gembong narkoba di RI yg telah dijatuhi hukuman mati). Sejak lebih dari 25 tahun, Jerman juga “ikut bermain” di Aceh, Maluku, Papua dan (dulu) TimTim.   
 
Juga yang punya kepentingan besar untuk memecah-belah dan menguasai Indonesia adalah Singapura, China, yang ikut ambil bagian dalam mewujudkan 'Singapuranisasi Jakarta.' (Tulisan mengenai Singapuranisasi Jakarta sudah pernah saya posting).
 
Demikianlah peta politik negara-negara yang "ikut bermain" dalam rencana besar untuk memecah dan menguasai NKRI.
 
Tujuannya adalah:
 
1. Menguasai SDA RI
2. Menguasai "pasar" 250 juta konsumen
3. Geopolitik
4. Geostrategi
5. (Mantan penjajah dan antek-anteknya) "Balas-dendam sejarah." Sampai thn 1939, APBN Belanda dibiayai hampir 10 persen dari jajahannya, Nederlands Indie. Orang-orang kaya Belanda, kaki tangan dan antek-anteknya kehilangan perkebunan-perkebunan dan kekayaan lain, setelah Indonesia merdeka.
 
Sampai detik ini 'Belanda tidak mau mengakui de jure kemerdekaan RI 17.8.1945'
 
Mantan penjajah ini tidak mau mengakui kedaulatan NKRI, dan kaki tangan serta antek-anteknyalah yang sangat berperan dalam membangun citra negatif NKRI di luar negeri!
 
Antek-antek Belanda ini, terutama adalah kaum federalis bekas 15 negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS). Kaki tangan Belanda adalah Cina keturunan Pao (Po) An Tui. Dan sejak beberapa tahun belakangan, komunis Indonesia yang tampak bangkit kembali, tentu punya kepentngan untuk menghancurkan citra Indonesia di luar negeri.
 
Sebagaimana telah sering saya tulis selama  bertahun-tahun, bahwa sejak berakhirnya Perang Dingin tahun 1990, Indonesia menghadapi Perang Asimetris (Asymmetric Warfare) yang dilancarkan oleh Belanda dan sekutunya.
 
Indonesia menjadi sasaran untuk dihancurkan / dipecah-belah dan kemudian dikuasai (divide et impera).
 
Dalam hal ini, negara-negara tersebut dibantu oleh kaki tangan dan antek-antek mereka di Indonesia, yang sejak turun-temurun selalu berada di pihak Belanda.
 
Ini telah saya ungkap diposting terdahulu, mengenai WNI (cina dan pribumi) yang tak pernah memiliki nasionalisme Indonesia.
 
Selain menjalankan politik adu domba yang terbukti ampuh sejak ratusan tahun, mantan penjajah dan antek-anteknya secara terstruktur, sistematis dan massif membentuk citra negatif Indonesia di luar negeri. Upaya ini dibantu oleh generasi muda, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang buta sejarah.    
 
Pengetahuan generasi muda mengenai HAM, Demokrasi, Rasialialisme, hanya berdasarkan definisi dari para mantan penjajah, yang merubah UU mereka dan berusaha menutup-nutupi sejarah kelam mereka.    
 
Di masa penjajahan, negara-negara yang sekarang menuding Indonesia sebagai pelanggar HAM, rasialis dan diskriminatif, justru merekalah pelanggar dan rasialis terbesar dan yang paling biadab.     
 
Di masa penjajahan, Belanda dan para pedagang Cina selama lebih dari 250 tahun bekerjasama dalam melakukan perdagangan budak dan perdagangan candu (opium)     
 
Para penjajah telah melakukan pembantaian massal terhadap pribumi di nusantara dan lain-lain. Di masa perbudakan, menyiksa budak sampai mati tidaklah dianggap sebagai kejahatan, hanya dinilai sebagai membunuh anjing.   
 
Selama agresi militer belanda di Indonesia antara tahun 1945 - 1950, tentara Belanda dan sekutunya telah membantai sekitar satu juta rakyat Indonesia. Sebagian terbesar dibunuh tanpa proses hukum apapun.

Pasukan Cina Pao (Po) An Tui, yang dibentuk, dipersenjatai dan dilatih oleh tentara Belanda, selama agresi militer Belanda di Indonesia antara tahun 1945 - 1950 berperang di pihak Belanda.   
 
Demikianlah kerjasama selama ratusan tahun antara Belanda dengan Cina, yaitu selama masa penjajahan di Nusantara dan di masa agresi milier belanda di *Republik Indonesia. (Tulisan mengenai Kerja sama Belanda dan Cina dalam perdagangan budak dan opium di wilayah jajahan Belanda, sudah pernah saya posting).
 
Kini Indonesia selalu dipojokkan dengan isu pelanggaran HAM, rasialisme, intoleransi, dan sebagaimya, walaupun 'master mind' dari berbagai konflik di Indonesia adalah para mantan penjajah dan antek-anteknya.
 
Sejak tahun 1990-an, berbagai tindakan dan peristiwa yang terjadi di Indonesia diangkat ke forum internasional sebagai pelanggaran HAM, intoleransi, rasialisme, dan diskriminasi.

Setelah persiapan selama beberapa tahun, tanggal 13 - 15 November 2015, di Den Haag, Belanda, dengan dana sangat besar diselenggarakan "tribunal internasional" yang diprakarsai oleh orang-orang Indonesia, untuk mengadili negara Indonesia atas penumpasan PKI tahun 1965.

Prof. Dr. Todung M. Lubis sebagai jaksa penuntut umum menuntut Indonesia sebagai sebagai negara pelanggar HAM. Dari mulai persiapan selama bertahun-tahun, melibatkan puluhan orang dari banyak negara, sampai  vonis beberapa bulan lalu, menelan biaya puluhan juta dolar.

Pertanyaannya: "siapa yang mendanai?"
 
Mencermati "prediksi" Samuel Huntington dalam esainya "The Clash of Civilizations" (Benturan Peradaban), dalam upaya Amerika dan sekutunya untuk menetapkan "The New Common Enemy"
 
Huntington "mendesain" (tahun 1996), bahwa perang yang akan datang bukan perang berdasarkan ideologi, melainkan benturan peradaban. Yang dia maksud dengan peradaban adalah agama. Dengan kata lain, perang berdasarkan agama. Untuk musuh bersama yang baru, didesainlah 'Islam Radikal'

Apabila menyimak pernyataan-pernyataan antara lain dari Hillary Clinton, Jenderal Wesley Clark dan beberapa mantan anggota CIA, bahwa USA-lah yang menciptakan dan membiayai Taliban, Al Qaeda dan ISIS, maka tidak susah untuk memunculkan Islam Radikal, untuk merusak citra Islam yang cinta damai.
 
Indonesia, sebagai negara besar berpenduduk 250 juta, dan dengan jumlah penduduk Muslimnya 85 persen, tentu termasuk negara yang menjadi sasaran untuk dijadikan common enemy oleh USA dan sekutunya. Untuk tujuan ini, citra positif Indonesia di dunia internasional harus dihancurkan.
 
Dalam rangka membentuk citra negatif Indonesia, negara-negara tersebut berhasil dalam mengangkat isu, bahwa Ahok kalah dalam Pilkada DKI, dan dipenjara atas penistaan agama, karena didalangi oleh Islam Radikal.
 
Tidak diberitakan, bahwa tahun 1964 - 1965, Gubernur Jakarta, ibukota RI adalah seorang peranakan Cina beragama Kristen Katolik, yaitu Henk Ngantung, keturunan Cina Manado. Tidak ada yang mempermasalahkan.
 
Tidak diberitakan bahwa sejak tahun 1950 - an, walaupun telah ada pengkhianatan Cina, banyak Cina menjadi menteri di kabinet RI, sampai sekarang. Tidak ada yang mempermasalahkan!!

Tidak diberitakan, bahwa ini kedua kalinya Ahok kalah dalam pemilihan gubernur. Di DKI, ahok kalah telak dengan perbedaan suara hampir 16 persen.
 
Tidak diberitakan, bahwa banyak umat Kristen tidak memilih Ahok, karena dia juga menghina ajaran Kristen dan orang Kristen.
 
Tidak diberitakan bahwa juga banyak orang Cina tidak memilih Ahok.
 
Tidak diberitakan, bahwa banyak yang tidak memilih Ahok karena perilaku dan tutur katanya yang sangat kasar, menggunakan kata-kata kotor dalam siaran langsung di Tv. Ahok mempermalukan seorang ibu di muka umum dengan memaki wanita tersebut sebagai maling.
 
Tidak diberitakan, bahwa sebelum Ahok, Rusgiani, ibu rumah tangga di Bali, dihukum penjara 14 bulan, karena spontan berkomentar bahwa Canang (tempat sesajen ritual agama Hindu) yang dilihatnya, 'kotor'.  Kasus Rusgiani tidak ada yang meributkan atau protes. Tidak ada yang membela Rusgiani, baik di Indonesia, apalagi di luar negeri.   
 
Negara-negara yang sekarang meng- *internasionalkan* kasus Ahok tidak tertarik dengan kasus Rusgiani, karena dia *pribumi, bukan Cina.

Jadi, siapa yang rasialis?

Di beberapa negara Eropa juga ada UU Penistaan Agama. Di Jerman dan Perancis telah ada orang-orang yang dihukum karena menista agama. Terlepas apakah hukumannya membayar denda atau dijebloskan ke penjara, intinya adalah, di negara-negara Eropa tersebut juga dilarang menista agama apapun.   
 
Kelihatannya sekarang konspirasi asing dan antek-anteknya di ambang pintu keberhasilan total, dalam membenturkan sesama pribumi Indonesia.
 
Tetapi dalam hal ini bukan hanya antara Islam melawan Kristen, melainkan adu-domba atau benturannya jauh lebih dahsyat, yaitu Islam pro Ahok melawan Islam anti Ahok. Kristen pro Ahok melawan Kristen anti Ahok.   
 
Bahkan ada keluarga Kristen, kakak-beradik yang ribut besar karena ada yang marah karena Ahok juga menista agama Kristen melawan keluarganya yang Kristen, yang tak peduli bahwa Ahok telah menista agama Kristen.     
 
Mereka hanya menginginkan Gubernur DKI adalah seorang Kristen, walaupun seorang yang hanya “mengaku” beragama kristen.   
 
Setelah Tragedi Nasional Indonesia Pertama tahun 1948, dan kedua tahun 1965, banyak yang tidak menyadari, atau tidak peduli, bahwa Indonesia sedang digiring menuju Tragedi Nasional Ketiga yaitu: pribumi Indonesia saling membunuh gara-gara satu orang 'keturunan pendatang' yang selama ratusan tahun bekerja sama dengan penjajah.             
 
Jadi, sebenarnya yang ditulis Huntington, bukanlah 'Benturan Peradaban' (The Clash of Civilizations), melainkan 'Peradaban Yang Dibenturkan' (The Clashed Civilizations).
 
Untuk melaksanakan 'benturan peradaban' di Indonesia tidak sulit. Selama Perang Dunia II, telah terbentuk 'aliansi strategis' (Strategic alliance) antara kolonialis/imperialis, kapitalis dan komunis melawan fasisme Jerman, Italia dan Jepang.
 
Sekarang tampak jelas kebangkitan federalis, Pao An Tui dan komunis. Mereka telah bekerjasama dan memiliki jaringan internasional sejak seratus tahun. Bahkan belanda dan cina telah bekerja sama selama ratusan tahun, terutama dalam 'perdagangan budsak dan candu (opium) di Nusantara'
 
Agar pribumi di Jakarta dan di kota-kota lain di NKRI tidak mengalami nasib seperti pribumi di Singapura dan untuk mempertahankan keutuhan NKRI dan menjaga kesatuan serta persatuan bangsa Indonesia, satu-satunya jalan adalah kebangkitan pribumi.

Meninggalkan sejarah Indonesia, membuat Indonesia menjadi sejarah.[***]


Penulis buku Serangan Umum 1 Maret 1949, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)


Catatan penulis:
Tulisan ini juga sebagai jawaban atas pertanyaan yang banyak diposting di berbagai medsos, yaitu mengapa banyak WNI yang selalu membawa berbagai masalah yang terjadi di Indonesia ke Belanda?

 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA