Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Putri Bung Karno: Ngomong "Saya Pancasila" Tapi Kok Nggak Paham Artinya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 20 Juli 2017, 19:29 WIB
Putri Bung Karno: Ngomong "Saya Pancasila" Tapi Kok Nggak Paham Artinya
Mbak Rachma/RMOL
rmol news logo Tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri ragu orang-orang yang belakangan kerap mengatakan "Saya Pancasila" memahami Pancasila seperti yang dimaksudkan Bung Karno dan founding fathers lainnya.

Menurut Mbak Rachma, begitu ia biasa disapa, tagline "Saya Pancasila" yang diperkenalkan pemerintah dalam Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni lalu tidak tepat digunakan karena Pancasila adalah dasar negara.

Penilaian Mbak Rachma itu disampaikan saat memberikan sambutan dalam peresmian program pascasarjana Universitas Bung Karno di Kampus UBK, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).

Putri Presiden Soekarno itu mengatakan, patut disesalkan apabila tagline "Saya Pancasila" hanya dijadikan komoditas politik dalam arti sempit. Dia juga menyesalkan upaya kelompok yang mengecilkan arti Pancasila seolah-olah hanya tentang keberagaman semata.

Pancasila kata Mba Rachma tidak melulu soal keberagaman. Karena berdasarkan fakta yang terjadi memang bangsa Indonesia tidak punya masalah dengan keberagaman. Indonesia imbuh dia sudah beragam ratusan tahun sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilahirkan.

"Masalah yang kita hadapi adalah rendahnya keadilan baik politik maupun ekonomi, juga hukum. Bung Karno juga memandang Pancasila sebagai bintang pembimbing ke arah tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial dan sejahtera," tambah dia.

Menurutnya, untuk mencapai pemahaman Pancasila sebagaimana dimaksudkan oleh Bung Karno ada lima unsur yang harus dipenuhi, yakni Manipolusdek. Manipolusdek yang dicetuskan Seokarno itu adalah manifesto politik, UUD 1945, sosialisme ala Indonesia dan demokrasi terpimpin.

"Jadi bukan demokrasi liberal yang berdasarkan UUD hasil amandemen seperti yang sekarang dipraktikkan," kritik Mbak Rachma.

Praktik perekonomian saat ini kata dia tidak lagi mengarah ke sosialisme ala Indonesia yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan dimana negara bertugas memproteksi warganegara. Neoliberalisme yang dipraktikkan memberi kesempatan luas hanya kepada pemain ekonomi besar dan kelompok bisnis yang mendapat perlakuan khusus.

Neoliberalisme dan kapitalisme ini, menurut hemat Mbak Rachma, adalah radikalisme dalam arti yang lain, dimana penguasa percaya bahwa pasar harus terbuka dan bebas, tanpa peduli banyak rakyat yang tergusur oleh paham itu.

"Ini tidak sesuai dan tidak cocok dengan sila kelima Pancasila. Tapi kok dibiarkan dan diamini. Makanya, saya ragu mereka paham apa itu Pancasila," demikian Mbak Rachma.[san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA