Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK, Golkar Dan Novanto (2)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Minggu, 10 September 2017, 11:16 WIB
KPK, Golkar Dan Novanto (2)
Setya Novanto/Net
KETIKA Setya Novanto (SN) terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub di Bali medio Mei 2016, keluarga besar Golkar berharap badai telah berlalu. Namun, belum sempat keluarga besar beringin itu berlepas lelah, tiba-tiba muncul "tsunami" baru.

Terbongkarnya skandal megakorupsi e-KTP yang menempatkan nama SN paling atas dalam daftar, mereka yang ditengarai terlibat menikmati hasil korupsi. SN ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.
Penetapan tersangka e-KTP sudah dimulai sejak tiga tahun lalu. KPK pertama kali menyeret nama Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka pada  2014.

Setelah terkatung-katung diombang ambing dinamika politik yang turun naik menghadapi pra dan paska Pilpres 2014, akhirnya Sugiharto ditahan 19 Oktober 2016. Eks Dirjen Dukcapil Kemendagripun Irman setelah ditetapkan sebagai tersangka kedua dan dilakukan penahanan sejak 21 September 2016. Artinya dua tahun setengah kemudian.

Jarak waktu antara keputusan Munaslub Golkar (Mei 2016) dengan penahanan dua eks pejabat Kemendagri (19 Oktober 2016) hanya lima bulan. Itu artinya SN cuma lima bulan menikmati "bulan madu" sebagai Ketum Golkar.

Poisisi politik SN mendadak terguncang dan terancam berantakan. Baik di Golkar maupun sebagai Ketua DPR RI. Belakangan dia bolak balik memenuhi persidangan kasus korupsi itu di KPK. Baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka. Tersangka yang dicekal pula ke luar negeri.

Menanggapi teragendakannya dua "peristiwa besar" yang berselang cuma sehari itu, mengundang tanya yang mendebarkan. Agenda besar pertama, Senin 11 September 2017 KPK akan memeriksa SN sebagai tersangka.

Akan loloskah? Sehari sesudahnya, Selasa 12 September 2017, SN akan mengadakan perlawanan pada sidang pra peradilan. Akan loloskah?

Kedua peristiwa tersebut secara nasional sangat masif. Masuk akal jika menjadi perhatian publik secara nasional. Muncul gambling politik: Perjudian politik..!!

Teka teki sulit pun bertebaran. Bagaikan menirukan bunyi tokek dalam tradisi budaya rakyat dalam memprediksi sebuah peristiwa penting. Tokek binatang rumahan yang sudah lama tersingkir, dari  loteng rumah mewah bertulang beton dan berpendingi AC, kini mendadak diperlukan bantuannya.

Keperkasaan SN kembali diuji, kembali dinanti publik. Sesungguhnya dalam prosesing pengolahan kasus skandal megakorupsi e-KTP nama SN menjadi buah bibir. Pertanyaanya: Adakah memang SN terlibat secara fakta sesuai dengan fakta hukum yang ada di tangan penyidik KPK? Atau SN sebenarnya sedang bernasib sial. Sedang apeskah dia, sehingga tersedot masuk di dalam mesin penggiling pemberantasan korupsi yang ditangani oleh KPK?

Ketika berlangsung Rapimnas Golkar di Jakarta Kamis, 28 Juli 2016, - jadi hanya kurang lebih empat puluh setelah Munaslub Bali, - Golkar menyatakan dukungan kepada Jokowi pada acara Rapimnas tersebut sebagai Capres pada 2019.

Begini bunyi keputusan Rapimnas itu: "Dengan rahmat Allah SWT, Partai Golkar menyatakan mendukung dan mencalonkan Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019".

Belum cukup dengan itu, maka pada Rapimnas Golkar di Balikpapan, melalui SN Golkar kembali menegaskan tetap mendukung pemerintahan Jokowi sampai 2019.

Dukungan Golkar yang sangat spektakuler kepada Jokowi yang bukan kader Golkar, - selain terlihat menyalip PDIP sendiri selaku markas besar Jokowi, - juga diterjemahkan oleh banyak orang sebagai satu bentuk dari budaya dari penyeleseian politik "secara adat".

Asumsi ini mengemuka, karena terbaca ada tanda-tanda PDIP terkesan tidak begitu mesra "merawat" Jokowi. Dan atas dasar pertimbangan itu, dipercaya jika mantan walikota Solo memerlukan parpol berbasis nasionalis yang lain.

Terhadap terjadinya pergantian Ketua Umum Partai Hanura dari Wiranto kepada Oesman Sapta (Oso) di tengah jalan, membuka perluasan anggapan, Jokowi benar-benar memerlukan dukungan parpol beraliran nasionalis yang tangguh dan konsisten pada komitmen untuk menghadapi Pilpres 2019, maupun untuk meredam tekanan legislator di Senayan, yang terkadang genit merecokin kebijakan pemerintah dengan macam-macam dalih buatan.

Pintu masuk inilah digagas ring satunya dan:  "mempertemukannya" dengan SN. Kebetulan sedang berperkara. Hanya mungkin yang bernama "perkara" itu tadi, tidak disangkanya begitu ribet, muter-muter dan melingkar-lingkar. Dan penuh jebakan serta dan tombak politik yang berpotensi berbalik meluncur bagaikan bumerang.

Dalam konteks perkuatan hubungan Jokowi dengan SN, Menko Maritim dan Sumber Daya Luhut Binsar Panjaitan (LBP) tidak berhenti berakrobat. Di depan peserta Rapimnas di Hotel Novotel Balikpapan, Minggu 21 Mei 2017, dia berucap, "nggak usah bicara aneh-aneh. Yang urusin, mau KPK kek udah ada yang urusin, tenang aja ada yang urusin. Ada yang urusin Pilkada, ada yang urusin Jaksa Agung, KPK, itu sesuai kepercayaan masing-masing aja, nggak usah ributin itu".

Pada ujung ceramahnya LBP berpesan kepada kader Golkar, kalau ada apa-apa yang diperlukan kalian, hubungi kami. Saya dan pak Airlangga (Menteri Perindustrian) ada di pemerintahan, ujar tokoh baret merah papan atas itu.

Entah lupa atau tidak, pernyataan LBP menimbulkan tanda tanya kader Golkar, karena tidak menyebut nama JK sebagai kader Golkar yang ada juga di pemerintahan. Bahkan orang kedua di Republik ini.

Banyak yang mengartikan pernyataan LBP soal KPK terkait dengan SN. Seolah-olah LBP mengatakan urusan SN di KPK sudah aman. Namun, pada tanggal 17 Juli 2017, KPK ternyata bertindak lain : menetapkan SN sebagai tersangka.

Dari rumor yang berkembang, mungkin benar mungkin juga hanya hoax, menyebutkan presiden Jokowi kecewa berat atas terjadinya gumpalan berat tuduhan korupsi yang ditudingkan kepada SN dalam kaitannya dengan kasus e-KTP. Tentu saja, kredibilitas LBP ikut dipertanyakan, karena publik secara luas mengetahui dialah yang merekomendasikan SN supaya "diretsui" jadi Ketua Umum Golkar.

Terlepas dengan segala pernak pernik cerita, berita maupun rumor yang menggelantungi kasus SN, namun demikian tetap perlu dan harus ada langkah besar: Bagaimana caranya menyelamatkan Golkar dari keterpurukan akibat tekanan opini yang desktruktif bertubi-tubi yang menimpa siang malam.

Kuncinya ada pada diri SN. Apabila dia berhasil lolos membersihkan diri melalui pra peradilan, tentu situasi akan berubah drastis. Sama sebangun dengan pertanyaan, "seandainya dia gagal"….!?

Mari kita tanya pada rumput yang bergoyang, kata Ebiet, G. Ade. [***]

Penulis adalah wartawan senior dan Anggota Dewan Pakar Golkar

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA