Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Panggung Pilkada

Dua Gajah Bertarung Kuda Hitam Menang

Pertarungan Di Kalimantan Timur

Rabu, 24 Januari 2018, 11:56 WIB
Dua Gajah Bertarung Kuda Hitam Menang
Ireng Maulana, MA/Net
Oleh: Ireng Maulana, MA Pengamat Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Ada tiga kandidat di Pilgub Kalimantan Barat (Kalbar) tahun ini. Dua kandidat saya bilang itu gajah karena memiliki segalanya. Satu lagi kuda hitam. Jika dua gajah bertarung habis-habisan, bisa saja kuda hitam yang menang.

Gajah pertama yaitu duet Karolin Margret Natasa-Suryadman Gidot. Di Kalbar, siapa tidak kenal Karolin, putri sulung Gubernur Kalbar dua periode, Cornelis. Saya tidak ingin menggiring ini ke politik dinasti, tapi adanya faktor orang tua bagi Karolin sulit dibantah.

Karolin sendiri punya kompetensinya sendiri, dia dokter, mantan legislator Senayan dan kini menjabat sebagai Bupati Landak. Terlebih dia wanita, menjadi pembeda dari kandidat lainnya. Apalagi di Kalbar tidak ramai sentimen gender. Pria wanita, sama saja.

Wakilnya, Gidot, juga populis. Kabupaten Bengkayang dia yang pegang karena saat ini dia menjabat Bupati Bengkayang. Sebelumnya Wakil Bupati dan pernah menduduki kursi Wakil Ketua DPRD Bengkayang. Dia politisi unggulan Partai Demokrat.

Ya, Karolin-Gidot menyatukan Mega-SBY. Dua partai ini berkoalisi di Pilgub Kalbar 2018. Soal mesin partai, PDIP di Kalbar tidak perlu diragukan. Apalagi, bapaknya Karolin, Ketua DPD PDIP Kalbar. Nilai Jual Karolin-Gidot tidak di situ, politik identitasnya kental. Ada anggapan ini pilihan non-muslim. Karolin agama Katolik, dan Gidot Protestan. Apalagi Karolin adalah keturunan Suku Dayak. Gengsi memilih sesuku cukup tinggi di sini.

Selanjutnya, gajah kedua adalah duet Sutarmidji-Ria Norsan (Midji-Norsan). Partai koalisinya gemuk : Golkar, PPP, PKB, Nasdem, Hanura dan PKS. PPP juga Golkar di Kalbar masih digandrungi masyarakat fanatik zaman Orba yang tahunya masih tiga partai. Kelompok usia tua tersebut masih banyak.

Banyak partai bisa jadi bumerang. Pasalnya, Pilkada di Kalbar tidak hanya memilih gubernur dan wagub saja. Ada empat kabupaten dan satu kota yang juga digelar serentak yaitu Kabupaten Kubu Raya, Mempawah, Sanggau dan Kayong Utara. Sedangkan satu lagi Kota Pontianak. Celakanya, koalisi gemuk Midji-Norsan ini saling silang dukungan. Konsentrasinya pecah.

Di daerah terjadwal Pilkada itu kebanyakan basis Midji-Norsan. Midji, saat ini menjabat sebagai Walikota Pontianak. Kota ini adalah kantung suara terbesar se-Kalbar. Sementara Norsan, Bupati Mempawah dua periode. Walaupun begitu, ini adalah Pilkada. Memilih sosok pemimpin, bukan partai. Sebagai kepala daerah, dua kandidat ini populer di daerahnya masing-masing. Midji adalah sosok tokoh PPP tulen, pun Norsan Ketua DPD Golkar.

Politik identitas di pasangan ini juga kental, didengungkan kalau Midji adalah suku Melayu Muslim. Artinya, sudah ada identitas kesukuan dan agama di masyarakat antara Karolin yang Dayak dan Kristen, dengan Midji yang Melayu Muslim.

Tapi tenang saja, ini Kalbar, masyarakatnya pluralis. Sentimen ini tidak akan membesar dan keruh. Semakin ke sini, pemilih juga sudah rasional dan tidak akan larut dengan isu berujung konflik.

Kandidat terakhir adalah Milton Crosby-Boyman Harun (Milton-Harun). Ini bukan gajah tapi kuda hitam. Bisa saja diuntungkan ketika dua gajah bertarung habis-habisan. Jagoan koalisi Gerindra dan PAN ini bukan tanpa modal. Milton, mantan Bupati Sintang dua periode, dan Harun mantan Wakil Walikota Ketapang.

Kalau dilihat belahannya, Sintang-Ketapang adalah basis suara tersisa dari rebutan dua gajah dengan seteru politik identitasnya. Sebagai kuda hitam, pasangan ini juga punya identitas. Milton juga tokoh Dayak, tapi bukan Dayaknya Karolin.

Saya sebut kuda hitam, mungkin Milton bisa caci maki saya, tetapi memang sekarang wacana di ruang publik seperti itu. Ini pertarungan dua gajah. Karolin vs Midji. Karolin dengan gengsi PDIP dan bapaknya, dan Midji dengan koalisi gemuknya. Itu saja sudah mengiris kantung-kantung suara.

Tapi Milton bukan penonton di Pilgub ini. Dia juga petarung. Kalau di sisa waktu stamina dan logistik Milton ini cakap, bisa saja menjadi kuda hitam dari opini dua kutub ini. Misalnya, mulai mengerogoti suara di kantung-kantung besar seperti Pontianak, Kubu Raya, Sambas dan Ketapang. Di empat daerah itu kelompok masyarakatnya cair. Tidak bulat milik salah satu calon. Setiap saat bisa berubah. Tapi, dari ketiga kandidat ini, Kalbar bisa dibilang beruntung. Ragam latar dan identitas ini merupakan cermin Indonesia. Ragam suku dan agama. Tinggal rakyat mau pilih mana. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA