Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Hukum Tata Negara: Putusan MK Soal Hak Angket KPK Aneh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 10 Februari 2018, 04:57 WIB
Pakar Hukum Tata Negara: Putusan MK Soal Hak Angket KPK Aneh
Foto/Net
rmol news logo Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU MD3 terkait dengan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai kontradiktif

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menjelaskan dalam putusan tersebut disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang mirip dengan Kejaksaan dan Kepolisian karena memiliki fungsi-fungsi eksekutif.

Namun, sambung Zainal, di sisi lain KPK dikatakan tidak boleh mendapatkan angket untuk penyidikan, penuntutan, dan penyelidikan.

"Menurut saya, ini adalah putusan yang aneh, karena putusan ini kontradiktif," kata Zainal ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (9/2).

"Padahal 'pintu masuknya' karena permasalahan itu, tapi pada saat yang sama itulah tidak boleh diangket," sambung Zainal.

Zainal juga menilai putusan Mahkamah atas ketentuan hak angket tersebut seolah-olah membatalkan empat putusan Mahkamah sebelumnya.

Keempat putusan Mahkamah tersebut bernomor; 19/PUU-IV/2006 tertanggal 19 Desember 2006, 19/PUU-V/2007 tertanggal 13 November 2007, 37-39/PUU-VIII/2010 tertanggal 15 Oktober 2010, dan 5/PUUIX/2011 tertanggal 20 Juni 2011.

Salah satu putusan MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga independen yang memiliki kekuasaan yudikatif.

"Tapi kemudian putusan ini dia bilang KPK adalah eksekutif, lantas apa dasar perubahan itu, ini seperti MK kemarin bilang KPK itu tahu kok hari ini KPK tempe," ujar Zainal seperti diberitakan Antara.

Dari sembilan hakim, ada empat hakim yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan menolak permohonan uji materi UU MD3 terkait dengan hak angket DPR kepada KPK. Mereka adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, keempat hakim tersebut menyatakan bahwa KPK adalah lembaga independen sehingga tak termasuk wilayah eksekutif. Dengan demikian, harusnya DPR tak bisa menggunakan hak angket terhadap KPK.

Sementara lima hakim yang menolak permohonan uji materi UU MD3 terkait dengan hak angket DPR kepada KPK berpendapat bahwa dasar pembentukan KPK ialah karena belum optimalnya lembaga negara, dalam hal ini adalah Kepolisian dan Kejaksaan yang mengalami krisis kepercayaan publik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara itu Kepolisian dan Kejaksaan dalam undang undang masuk ke dalam ranah eksekutif.

Dengan demikian putusan Mahkamah menyatakan bahwa DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada KPK sama seperti KPK yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada publik. [nes]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA