Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perpres TKA Jangan Buat Keresahan Baru Di Kalangan Buruh Lokal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Rabu, 02 Mei 2018, 20:03 WIB
Perpres TKA Jangan Buat Keresahan Baru Di Kalangan Buruh Lokal
Ilustrasi/Net
rmol news logo Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri perlu melakukan evaluasi sistem perburuhan serta perlindungan terhadap buruh atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Seruan itu sebagaimana disampaikan Ketua Umum DPP GMNI Robaytullah Kusuma Jaya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/5).

GMNI, kata dia, juga mendorong pemerintah untuk mendesak perusahaan agar memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, keselamatan tenaga kerja, dan hari tua terhadap buruh.

Terpenting, sambungnya, pemerintah melakui Kementerian Tenaga Kerja harus mensosialisasikan dengan baik kehadiran Peraturan Presiden (Perpres) 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Sehingga, perpres ini tidak menimbulkan keresahan baru di kalangan buruh lokal.

"Sehingga tidak terjadi miss-persepsi yang dapat membuat gaduh di kalangan masyarakat," tegas Robaytullah.

Data terakhir dari Kementerian Tenaga Kerja mencatat, jumlah tenaga kerja asing (TKA) hingga saat ini mencapai 126 ribu orang atau meningkat 69,85 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 74.813 orang.

"Ini sudah mengkhawatirkan. Namun yang perlu kita khawatirkan bukan semata-mata masuknya tenaga kerja asing, melainkan kondisi tenaga kerja kita yang sangat memprihatinkan," katanya.

Data Badan Pusat Statistik Agustus 2016 menyebutkan tenaga kerja Indonesia didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 49,97 juta orang (42,20 persen) dan Sekolah Menengah Pertama sebanyak 21,36 juta orang (18,04 persen).

Penduduk bekerja dengan pendidikan tinggi hanya sebanyak 14,50 juta orang meliputi lulusan diploma sebanyak 3,41 juta orang (2,88 persen) dan lulusan universitas sebanyak 11,09 juta orang (9,36 persen).

Data ini, menurutnya sangat mengkhawatirkan. Sebab di tengah terbukanya pintu perdagangan bebas yang berarti persaingan tenaga kerja semakin kompetitif, sebanyak 49,97 juta orang (42,20 persen) tenaga kerja Indonesia hanya lulusan SD.

"Bahkan yang lebih mengerikan, dari sekitar 131 juta angkatan kerja di Indonesia tahun 2017, hampir 60 persen di antaranya didominasi oleh angkatan kerja dengan lulusan SD dan SMP,” paparnya.

“Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja dan angkatan kerja Indonesia pada akhirnya berdampak pada tingkat kesejahteraan pekerja yang rendah,” tutup Robaytullah. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA