Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demo "Bunuh Sultan" Provokasi Brutal Yang Sangat Berlebihan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 04 Mei 2018, 04:13 WIB
Demo "Bunuh Sultan" Provokasi Brutal Yang Sangat Berlebihan
Hendardi/Net
rmol news logo . Aksi Hari Buruh 1 Mei di Ibukota Jakarta dan berbagai daerah di Tanah Air berlangsung aman dan damai. Namun berbeda dengan daerah lain, aksi di Yogyakarta tepatnya di pertigaan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga berlangsung ricuh.

Aksi diwarnai dengan kericuhan antara warga dengan pendemo yang dipicu oleh penghinaan atas Sultan HB X bahkan ancaman tertulis "Bunuh Sultan" di tembok-tembok dan baliho oleh pendemo.

Aksi juga dilakukan dengan pembakaran ban dan penutupan Jalan Adisutjipto, salah satu jalan tersibuk di Yogyakarta karena merupakan akses utama ke Bandara dan ke luar kota. Tidak hanya itu, aksi juga ditingkahi dengan kebrutalan perusakan dan pembakaran pos polisi menggunakan bom molotov. Aksi berujung dengan penangkapan sekitar 69 orang pendemo.

Terkait dengan peristiwa itu, Setara Institute membuat catatan serius.

"Ada sejumlah catatan serius yang harus disampaikan ke publik," kata Ketua Setara Institute, Hendardi, Kamis (3/5) dalam keterangannya kepada redaksi.

Pertama, soal kebebasan berekspresi, berunjuk rasa, dan mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hak konstitusional warga yang dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian, menurut Hendardi, penikmatan hak tersebut tidak boleh melanggar hak dan kebebasan orang lain. Selain itu, penunaian hak tersebut juga harus dilakukan secara damai, tanpa kekerasan, dan tidak dengan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

Dalam konteks demo di pertigaan UIN Yogyakarta tersebut, kepolisian harus diberi kesempatan untuk melaksanakan kewenangannya dalam menegakkan hukum.

Kedua, dalam rangka penegakan hukum tersebut, sebaliknya aparat kepolisian juga harus melaksanakan kewenangannya secara profesional sesuai dengan koridor hukum dan peraturan perundang-undangan.

"Aparat kepolisian juga harus menjamin kerja-kerja bantuan hukum dan tidak menghalang-halangi kerja penasehat hukum untuk menjalankan profesinya dalam memberikan bantuan hukum bagi para pendemo yang ditangkap," kata Hendardi.

Ketiga, provokasi-provokasi yang dilakukan oleh oknum pendemo berupa penghinaan terhadap Sultan HB X, simbol utama kekuasaan politik dan kultural yang disegani di Jawa, khususnya di wilayah Kesultanan Jogyakarta sama sekali tidak relevan dengan tuntutan dan isu perburuhan dalam aksi Hari Buruh Sedunia.

"Narasi "Bunuh Sultan" yang cukup massif dalam demo kemarin nyata-nyata merupakan provokasi brutal yang sangat berlebihan," tegas Hendardi.

Narasi tersebut hampir pasti bukan muncul dari aspirasi mahasiswa atau buruh pendemo. Demo rusuh tersebut telah disusupi oleh pihak-pihak yang memang menginginkan kekacauan. Hal itu merupakan indikasi awal bahwa menjelang perhelatan elektoral khususnya Pilpres 2019.

Hendardi dengan tegas mengatakan, ada pihak-pihak yang coba-coba merepetisi pola lama yaitu memancing situasi chaos dan menebar ketakutan di tengah masyarakat untuk kepentingan politik.

"Dengan cara itu, kelompok yang kekuatan dan pengaruh riilnya kecil tersebut berharap, rasionalitas politik para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dapat ditekan sedemikian rupa," kata Hendardi. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA