Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Utang BUMN

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fuad-bawazier-5'>FUAD BAWAZIER</a>
OLEH: FUAD BAWAZIER
  • Kamis, 07 Juni 2018, 12:29 WIB
Utang BUMN
Foto/Net
DALAM beberapa kali kesempatan dan diskusi-diskusi saya selalu mengingatkan bahwa dalam pengertian utang negara tidak atau belum termasuk utang BUMN.

Utang negara yang kini (2018) sekitar Rp4175 triliun itu belum termasuk utang BUMN yang sekitar Rp5253 triliun (2018) dan oleh pemerintah utang BUMN ini diklasifikasikan sebagai utang swasta.

Kalau utang pemerintah dan BUMN ini digabung sudah mencapai lebih dari Rp9400 triliun atau sekitar 67 persen dari PDB. Tetapi sebagian besar utang BUMN itu adalah utang perbankan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sudah mempunyai aturan main tersendiri sehingga layak bila dipisahkan dari utang negara.

Sedangkan utang BUMN yang benar-benar dari pinjaman sekitar Rp2 ribu triliun. Pemisahan utang BUMN dari utang negara adalah cara pemerintah mengecilkan beban utang negara. Padahal kalau BUMN gagal membayar kembali pinjaman atau utangnya itu, kemungkinan besar utang atau pinjamannya akan jadi beban negara alias APBN.

Sesungguhnya jika pemerintah konservatif, maka utang BUMN yang dari pinjaman sebesar Rp2 ribu triliun tadi sebaiknya dicatat juga sebagai utang negara. Sebab, dengan alasan sebagai berikut;

Pertama, kalau BUMN gagal bayar utang atau pinjamannya yang sekitar Rp2 ribu triliun itu kemungkinan akan jadi beban negara atau APBN sebab pemerintah yang akan bayar.

Kedua, aset BUMN itu kan sudah tercatat sebagai aset negara di Kementerian Keuangan; jadi kalau asetnya tercatat mestinya utangnya juga dicatat negara sesuai prinsip akuntansi yang berlaku.

Ketiga, sebagian utang BUMN itu juga karena penugasan dari negara jadi pemerintah harus konsekuen dan jujur mengakuinya sebagai contingent liability. Artinya kalau BUMN gagal bayar maka pemerintahlah yang akan menanggungnya.

Keempat, faktanya negara juga sering melakukan tambahan atau suntikan modal ke BUMN (Penyertaan Modal Negara) yang dananya bermasalah dari APBN.

Bila utang atau pinjaman BUMN yang Rp2 ribu triliun ini dimasukkan sebagai utang negara, maka jumlah utang negara adalah Rp4175 triliun plus Rp2 ribu triliun atau totalnya Rp6175 triliun atau 44 persen PDB.

Dan harusnya pemerintahan Jokowi yang terkenal berani berutang, sampai sampai menteri keuangannya sering diplesetkan jadi menteri utang, tidak keberatan menggabungkan utang pinjaman BUMN ke dalam utang negara.

Ini namanya prudent dan berhati-hati. Apabila pemerintah keberatan memasukkan pinjaman BUMN sebagai utang negara, maka sekurang-kurangnya utang BUMN ini agar dicatat sebagai off balance sheet bersama atau sepanjang asetnya juga dicatat sebagai off balance sheet baik dilaporan APBN maupun neraca pemerintah.

Sebaiknya DPR dan pemerintah duduk bersama  membuat kejelasan dan kesepakatan atas perlakuan utang BUMN itu dengan mendengarkan masukan dari BPK. Sekian dan terima kasih.  [***]

Penulis adalah mantan Menteri Keuangan Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA