Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rupiah Akan Terus Melemah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fuad-bawazier-5'>FUAD BAWAZIER</a>
OLEH: FUAD BAWAZIER
  • Sabtu, 30 Juni 2018, 08:38 WIB
Rupiah Akan Terus Melemah
Fuad Bawazier/Net
SAYA sudah berkali-kali mengingatkan dan menulis bahwa sepanjang tahun 2018 ini rupiah cenderung akan melemah. Mungkin saja ada waktu-waktu tertentu rupiah seperti menguat tetapi itu hanya sementara saja dan selanjutnya akan melemah lagi.

Jadi kalau ditarik garis lurus atau berjangka relatif panjang, pergerakan rupiah akan terus melemah. Rupiah kalau Menguat sifatnya sementara saja misalnya karena bunga rupiah dinaikkan atau dolar pas melemah karena faktor yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi Indonesia, atau karena sedang ada intervensi di pasar valas oleh BanK Indonesia dan lain-lain.

Tetapi semua "obat kuat" itu bukannya tidak berisiko. Menaikkan bunga akan memberatkan perekonomian kita dan semakin sulit bersaing dengan negara lain. Intervensi valas akan menggerus cadangan devisa kita yang terus menurun.

Karena inti melemahnya rupiah adalah supply dolar atau pemasukan dolar ke ekonomi Indonesia lebih kecil dari demand atau permintaan atau kebutuhan akan dolar, maka rupiah melemah. Dalam bahasa ekonominya adalah karena defisit transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan 25 miliar dolar AS. Defisit atau ketekoran inilah sumber utama melemahnya rupiah terhadap dolar.

Jadi jangan bingung atau terus-menerus menyalahkan ekonomi global dan sebagainya. Defisit transaksi berjalan ini terjadi karena Neraca Perdagangan (ekspor minus impor barang dagangan) kita defisit. Begitu pula Neraca Transaksi Jasa yang deficit.

Pemerintah mencoba menutupi defisit valas ini dengan banyak cara antara lain dengan menarik utang valas atau hot money lainnya. Ini bukan cara yang sehat dan bahkan bisa semakin terjerumus. Fundamental ekonomi yang lemah ini juga diikuti dengan defist APBN. Jadi praktis ekonomi Indonesia ini defisit atau tekor dari semua jurusan. Utang valas pemerintah dan swasta termasuk BUMN yang konsisten naik tajam juga mulai mengkhawatirkan kreditur pada umumnya bahwa jangan-jangan ke depannya Indonesia akan kesulitan atau gagal bayar utang.

Di lain pihak pasar juga melihat ketergantungan ekonomi Indonesia pada barang impor terutama pangan dan energi yang mau tidak mau akan membutuhkan valas. Kalau mau "melihat" bagaimana lemahnya APBN kita dan ketergantungan kita pada impor (yang berarti perlu valas), saya punya dua pertanyaan atau alat uji yang sederhana, yaitu:

Pertama, apakah APBN bisa berjalan bila pemerintah tidak menarik utang baru dalam 2-3 bulan saja? Saya kira roda pemerintahan atau APBN akan collapse tanpa utang baru.

Kedua, atau mampukah kita menyetop impor gandum yang defacto sudah menjadi pengganti pangan beras? Saya kira rakyat akan kesulitan atau bahkan "kelaparan".

Jadi Bagaimana dengan kemandirian ekonomi yang dijanjikan pemerintah Joko Widodo? Saya kira sedang berjalan sebaliknya.

Apalagi pemerintah, karena tahun politik, sedang getol-getolnya melaksanakan berbagai policy yang cenderung populis atau semacam kampanye demi kemenangan Pilpres 2019? Pemborosan-pemborosan APBN demi popularitas di dalam negeri maupun luar negeri termasuk jadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia perlu ditinjau kembali.

Tapi itulah enaknya incumbent yang bisa berkampanye legal dengan biaya negara yang menjadi beban pemerintah atau generasi yang akan datang. [***]

Penulis adalah pengamat ekonomi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA