Begitu kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Lazisnu Muhammad Sulton Fatoni dalam seminar bertajuk "Optimalisasi Peran Zakat Di Era Ekonomi Disruptif" yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, Jumat (13/6).
Revisi UU Zakat terbilang mendesak sebab institusi pengelola zakat memiliki banyak keterbatasan, sementara antusiasme masyarakat muslim tinggi.
Fatoni menggarisbawahi bahwa UU yang baru itu harus mengarahkan institusi pengelola zakat bisa bekerja profesional.
"Potensi zakat sangat besar, pertumbuhan zakat terus meningkat sementara institusi zakat kalah jauh dengan Ditjen Pajak," katanya.
Lebih lanjut, dia menyarankan agar pemerintah menggabungkan institusi zakat dengan pajak. Merger diperlukan untuk mendorong institusi zakat menjadi pengelola yang mampu berkontribusi secara optimal dalam proses pemberdayaan masyarakat.
"Urgensi penggabungan institusi zakat dan pajak itu untuk profesionalitas, efisiensi dan transparansi. Maka sudah saatnya zakat diback up teknologi canggih, aparatur yang kuat mulai dari aparat administrasi, pengawas, pemeriksa hingga penegak hukum," ujarnya.
Dia yakin, saat zakat dan pajak dikelola oleh Kementerian Keuangan, penerimaan negara semakin varian. Tidak lagi hanya pajak dan penerimaan bukan pajak.
"Asas keadilan pun semakin nyata dengan adanya formula penggabungan obyek zakat dan obyek pajak, tidak ada lagi double tax, bayar zakat dan bayar pajak. Keduanya saling melengkapi," pungkasnya.
[ian]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: