Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pena Emas PWI, Tentang Aur Dan Tebing

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Sabtu, 22 September 2018, 12:47 WIB
Pena Emas PWI, Tentang Aur Dan Tebing
Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang menyematkan pin Pena Emas ke dada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno/RMOL
rmol news logo Bagai aur dan tebing. Itulah analogi yang digunakan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno untuk menggambarkan hubungan kemitraan sejajar antara pers dan pemerintah.

Keduanya saling membutuhkan dalam arti positif, dan karenanya harus saling menghormati fungsi dan tugas masing-masing juga dalam arti positif.

Tidak ada yang lebih tinggi dan lebih utama dari yang lainnya. Karena Irwan serius dalam menjalankan roda pemerintahan di Sumatera Barat, dia pun berharap bisa berhubungan atau bermitra dengan wartawan dan media yang serius pula. Itu kesimpulan saya.

Nyatanya, Irwan menyatakan sendiri, dirinya tidak mau menghabiskan waktu untuk menghadapi wartawan dan media yang tidak jelas dan abal-abal.   

Irwan Prayitno menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai kehidupan pers nasional di hadapan panelis Pena Emas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam rapat pleno yang diperluas di kantor Gubernur Provinsi Sumatera Barat di Padang, Jumat (21/9). Orasinya diberi judul “Minangkabau Dalam Jati Diri Pers Nasional”.

“Kami mengibaratkan sinergi keduanya bagaikan aur dengan tebing. Aur semacam tanaman pelindung agar tebing tidak runtuh, namun aur akan tumbang bilamana tak ada tebing tempat ia tumbuh,” kata pria kelahiran Jogjakarta 20 Desember 1963 ini.

Ini adalah tradisi PWI dalam setiap ajang penyerahan anugerah tertinggi Pena Emas. Ketua Umum PWI Margiono yang memimpin rapat pleno menjelaskan bahwa anugerah ini diberikan kepada individu yang memberikan kontribusi kepada kehidupan pers nasional dan ikut merawat kemerdekaan pers.

Menurut penilaian PWI Pusat atas saran yang disampaikan PWI Sumatera Barat, Irwan Prayitno dinilai pantas untuk mendapatkan anugerah Pena Emas. Namun sebelum pin Pena Emas disematkan kepadanya, Irwan Prayitno diwajibkan menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai kehidupan pers nasional, untuk membuktikan bahwa dirinya memang layak mendapatkan anugerah Pena Emas.

Dalam kapasitas sebagai Ketua bidang Luar Negeri PWI Pusat, saya ikut menjadi anggota panelis Pena Emas yang menyimak dan memberikan penilaian atas orasi Irwan Prayitno.

Anggota panelis Pena Emas lainnya adalah Sekjen PWI Hendry Ch. Bangun, Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang, Ketua bidang Organisasi Sasongko Tedjo, Ketua bidang Daerah Atal S. Depari, Ketua bidang Pendidikan Marah Sakti Siregar, juga penasihat PWI Soleh Thamrin, Muhammad Noeh, Djoko Saksono, dan Asro Kamal Rokan, serta Basyril Basyar.

Nama terakhir ini berkali-kali disebut Ketua Umum PWI sebagai “promotor” Irwan Prayitno untuk memperoleh Pena Emas.

“Kemitraan sejajar antara pemerintah daerah dengan pers selama ini menjadi salah satu kekuatan kami, sehingga hubungan pers dengan pemerintahan di Sumatera Barat dapat berjalan dengan baik,” ujar Irwan.

Ia juga dikenal sebagai raja pantun yang sangat produktif. Maka tak heran, apabila dalam orasi, selain membaca naskah tertulis yang sudah disiapkannya, Irwan juga membaca pantun yang ditulisnya mendadak ditulisnya.

Irwan menghormati rumusan kebebasan pers yang dianut Indonesia sejak UU Pers 40/1999 berlaku. Upaya Dewan Pers mendorong peningkatan kompetensi wartawan pun menurutnya adalah hal positif yang sangat dibutuhkan agar kemitraan antara pers dan pemerintah menjadi konstruktif. Hal lain yang sudah barang tentu perlu diapresiasi dan didukung adalah upaya meningkatkan kompetensi perusahaan pers atau media.

“Semakin  banyak wartawan yang kompeten, semakin membuat pers jadi sehat dan masyarakat jadi tercerdaskan. Produk pers yang berkualitas tinggi tentu lahir dari tangan para wartawan yang kompeten dan profesional. Insya Allah, untuk peningkatan kapasitas seperti ini kami berada dalam posisi ikut mendorong,” urai Irwan lagi masih diselingi satu dua pantun dadakan.

Aspek Budaya Minang

Sebelum masuk pada persoalan hubungan pers dan pemerintah, di awal orasinya Irwan menguraikan sejumlah aspek budaya Minangkabau, dari sistem kekerabatan matrilineal menurut garis ibu, budaya merantau yang dibedakannya dengan migrasi, juga budaya lapau, yang kesemuanya dibungkus semangat egalitarian.

Di masyarakat Minang pun, pemimpin tidak mendapatkan keistimewaan yang luar biasa. Dia hanya ditinggikan seranting, didahulukan selangkah.

"Kalau saya menghadiri kegiatan, tidak ada penyambutan istimewa. Hanya panitia dan beberapa yang terkait. Selebihnya masyarakat duduk di tempat mereka. Kalau saya ke masjid pun begitu," cerita Irwan menggambarkan.

Prinsip hidup egalitarian inilah, sambung dia, yang membuat setting budaya Minang memungkinkan lahirnya wartawan-wartawan hebat. Bahkan tak sedikit founding fathers Indonesia yang merupakan orang Minang dan hampir semuanya adalah wartawan. Dia menyebut sejumlah nama, dari Agus Salim, M. Natsir, M. Yamin, Bung Hatta, hingga Tan Malaka.

Karya-karya sastra dari Minangkabau yang berkembang sejak era literasi di abad ke-12 dalam perkembangannya juga ikut memperkuat bahasa Indonesia lewat novelis-novelis yang lahir beberapa abad kemudian.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Hamka, Salah Asuhan karya Abdul Muis, Sitti Nurbaya  karya Marah Rusli, dan Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis, antara lain karya sastra yang menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah Indonesia di masa lalu.

Belum lagi karya-karya pujangga seperti Chairil Anwar, Taufiq Ismail dan Sutan Takdir Alisjahbana.

Pers Harus Sehat

Bagian terakhir dari orasi Irwan Prayitno adalah kritiknya pada kehidupan pers nasional. Dia memberikan apresiasi yang sangat tinggi pada berbagai upaya yang dilakukan masyarakat pers nasional, terutama PWI, untuk mendorong peningkatan kompetensi wartawan.

Tetapi di sisi lain, tidak dapat dipungkiri dalam praktik banyak wartawan yang tidak atau belum kompeten, juga masih ada pihak yang menggunakan pers untuk hal-hal lain di luar tujuan pers.

Hal-hal seperti ini yang mendorong Irwan Prayitno mengeluarkan Peraturan Gubernur 3/2018 yang merupakan perubahan atas Pergub 21/2016 tentang Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Pergub itu persis diterbitkan tanggal 1 Agustus 2018 lalu.

Pemprov Sumbar akan memverifikasi semua media yang selama ini bekerjasama dengan instansi pemerintah di level provinsi maupun kabupaten dan kota.

Pergub itu antara lain menegaskan bahwa media massa yang ingin bekerjasama dengan Pemprov Sumbar harus terdaftar di Dewan Pers dan minimal terverifikasi administrasi.

Sementara penanggung jawab media dan/atau penanggung jawab redaksi harus memiliki tingkat Kompetensi Wartawan Utama.

Adapun wartawan yang bertugas meliput kegiatan di Pemprov Sumbar harus sudah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan memiliki sertifikat minimal Kompetensi Wartawan Muda. Untuk yang satu ini, masih ada kesempatan berbenah hingga paling lambat pada 1 Januari 2020.

Ada yang memprotes Pergub 3/2018 ini dan memandangnya sebagai upaya untuk membungkam kemerdekaan pers. Sepintas kekhawatiran ke arah itu dapat dibenarkan.

Tetapi, apabila kita merujuk pada UU 40/1999 tentang Pers, dan komitmen bersama yang sudah disepakati pengelola media dan Dewan Pers beserta organisasi profesi wartawan di tahun 2010 lalu di Palembang, maka kita akan menyadari bahwa kemerdekaan pers justru meningkatkan profesionalisme media dan kompetensi wartawan. Tidak ada cara lain.

Dalam sesi tanya jawab, Irwan Prayitno mengatakan, kebebasan bukan keadaan tanpa aturan sama sekali.

Dia mencontohkan kehidupan berlalu lintas yang nyata-nyata membutuhkan aturan yang jelas dan tegas demi keselamatan dan tercapainya tujuan.

Apa yang dilakukan Irwan Prayitno melalui Pergub yang dikeluarakannya masih sejalan dengan upaya kita, masyarakat pers nasional, untuk melindungi kemerdekaan pers.

Hanya tebing yang kuat yang bisa ditumbuhi aur. Hanya aur yang kuat yang bisa menjaga tebing dari ancaman longsoran tanah. Kira-kira demikian. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA