"Apa yang kita posting sekarang turut menentukan, apakah masa-masa sekarang nantinya akan dianggap sebagai contoh peradaban yang baik atau bukan," kata Ketua Ikatan Alumni (Iluni) Sejarah Universitas Indonesia (UI), Patria Gintings dalam diskusi yang digelar Iluni Sejarah UI di Depok, Jawa Barat, Selasa (16/10).
Diskusi bertajuk "Sejarah Menghadapi Era Digital" itu menghadirkan sejumlah pembicara. Diantaranya sejarahwan publik UI, Kresno Brahmantyo; Kepala Kebijakan Publik Twitter Indonesia, Agung Yudha; dan Gilang Sukmahavi dari LM Brand Strategist.
Patria dalam keterangan resmi menjelaskan, jejak peradaban kuno dunia ribuan tahun lalu bisa diketahui saat ini dari hasil penelusuran lewat medium prasasti, lembar lontar hingga piramida.
Begitu pun di Indonesia. Bangsa Indonesia, lanjut Patria, dapat mempelajari rekam jejak tokoh-tokoh seperti Kartini dan Soe Hok Gie lewat catatan harian yang ditulis di buku.
Namun, kata Patria, generasi muda 30-50 tahun mendatang akan mempelajari sejarah yang sumbernya digital. Sebab, banyak orang terutama orang Indonesia gemar menyampaikan banyak hal di medsos.
Berdasarkan penelitian media sosial We Are Social & Hootsuite tahun 2018, pengguna aktif medsos di Indonesia mencapai 130 juta.
Oleh karena itu, lewat diskusi ini Iluni Sejarah UI ingin mengingatkan kita semua untuk menjaga perilaku saat sedang menggunakan medsos. Karena apa yang diposting sekarang di akun medsos masing-masing, akan menjadi cerminan peradaban di masa lalu.
"Kita tentu tidak ingin peradaban digital Indonesia didominasi pembahasannya dengan soal-soal receh, soal hoax, atau soal marah-marah saja," tutur Patria, pria bergelar master komunikasi dari Leeds, Inggris itu.
[rus]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.