Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Caleg Perindo: Madura Bisa Jadi Pulau Terkaya Di Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 17 November 2018, 09:31 WIB
Caleg Perindo: Madura Bisa Jadi Pulau Terkaya Di Indonesia
Moch. Efendi/Rep
rmol news logo . Madura cukup potensial dan tidak semestinya tertinggal. Madura bisa menjadi pulau paling kaya di Indonesia jika dikelola dengan benar.

Demikian disampaikan Calon Anggota DPR RI Dapil Jatim XI Madura dari Partai Perindo, Moch. Efendi, Sabtu (17/11).

Pria kelahiran Pamekasan 52 tahun itu menguraikan, pulau seluas kurang lebih 5.168 kilometer, atau sekitar 10 persen luas Jawa Timur terbagi empat wilayah kabupaten, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

Menurut Efendi, di bawah Pulau Madura merupakan ladang migas yang jumlahnya bisa mencapai miliaran kaki kubik. Hal inilah yang menjadikan Madura panas dan gersang.

"Namun, di balik kegersangan Pulau Madura ini justru tersimpan potensi yang sangat luar biasa, seperti Papua. Bisa jadi pulau di wilayah Jawa Timur ini terdapat kandungan uranium," ujar Efendi.

Di pulau ini juga ada geliat offshore dan onshore yang dikelola swasta asing. Namun demiÄ·an, masih banyak kandungan Migas di perut pulau ini yang belum digali.

Potensi migas di pulau yang dikenal dengan sebutan Pulau Garam ini diketahui sejak tahun 1990-an. Hamparan migas ini terdapat di berbagai sisi pulau.

Banyaknya sumber migas di wilayah Madura juga sudah mulai banyak ditemukan dan dieksplorasi serta diekspolitasi menghasilkan migas, di antaranya di Kabupaten Bangkalan bagian barat hingga Sumenep di ujung timur.

Dari sektor migas ini Madura menjadi pensuplai kebutuhan gas sebesar 60 persen ke kawasan industri Jawa Timur, di antaranya Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.

Gas ke Jawa Timur itu disuplai dari Gas Pegerungan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, dan Gas Blok Maleo I di Perairan Selatan Pulau Giligenting, Kabupaten Sumenep juga.

"Jadi, Madura sebenarnya kaya raya. Tapi sayangnya, kekayaannya harus dibagi untuk 37 kabupaten dan kota di Jawa Timur, sehingga Madura tidak bisa kaya dan masih banyak daerahnya yang tertinggal," kata Efendi menyayangkan.

Pria yang semasa mudanya aktif di LSM dan Ormas sebelum jadi lawyer ini lalu menjelaskan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/Kmk.04/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Menurutnya, dalam keputusan menteri tersebut, pada pasal 1 ayat disebutkan bahwa hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan negara dan disetor sepenuhnya ke rekening kas negara.

Kemudian pada ayat 2 berbunyi, 10 persen dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Pusat.

Dan pada ayat 3 berbunyi, 90 persen dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk daerah yang dibagi dengan rincian sebagai berikut: a. 16,2 persen untuk daerah provinsi yang bersangkutan, b. 64,8 persen untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, c. 9 persen untuk biaya pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah.

Ini juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 26/2007 tentang Pembagian Dan Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Provinsi Jawa Timur.

Pasal 2 Bagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah: a. Obyek Pajak sektor Pedesaan, 10 persen bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 90 persen bagian Daerah, b. Obyek Pajak sektor Perkotaan, 20 persen bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 80 persen bagian Daerah, c. Obyek Pajak sektor Perkebunan, 60 persen bagian Direktorat Jenderal Pajak, dan 40 persen bagian Daerah, d. Obyek Pajak sektor Perhutanan, 65 persen bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 35 persen bagian Daerah, e. Obyek Pajak sektor Pertambangan, 70 persen bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 30 persen bagian Daerah.

Menurut Efendi, di sini sudah jelas justru pajak pertambangan 70 persen malah masuk ke provinsi. Dan ketimpangan inilah yang kedepan harus diperjuangkan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan penduduk Madura.

Ditambahkannya, dana bagi hasil (DBH) migas yang masuk ke Madura bernilai miliaran rupiah. Sumenep misalnya, pada tahun 2002 menerima DBH migas sebesar Rp 23 miliar. Padahal, pihak Pemkab dengan persetujuan DPRD Sumenep bisa saja mengalokasikan 50 persen dana DBH. Namun hal itu tidak dilakukan.

"Jujur, kalau saya lolos ke Senayan, saya akan memperjuangkan hal itu agar Madura yang potensial tidak tertinggal dengan daerah lain," pungkas Efendi. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA