Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Willie Hortonisasi Pilpres 2019...

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/arief-gunawan-5'>ARIEF GUNAWAN</a>
OLEH: ARIEF GUNAWAN
  • Minggu, 18 November 2018, 09:13 WIB
Willie Hortonisasi Pilpres 2019...
Willie Horton/Net
TEORI Agenda Setting dalam praktek media esensinya adalah menempatkan media sebagai "pusat penentuan kebenaran" yang dapat mengarahkan kesadaran dan perhatian publik kepada isu-isu tertentu.

Untuk mengarahkannya media melakukan priming (penonjolan) dan framing (membingkai) isu-isu yang dianggapnya penting.

Salah satu contoh dari peran media sebagai pengarah kesadaran dan pengarah perhatian publik juga pernah terjadi dalam Pilpres Amerika pada tahun 1988, melalui peristiwa Willie Horton, yang berakibat pada kekalahan capres dari Partai Demokrat, Michael Dukakis yang bersaing dengan capres dari Partai Republik, George W Bush Senior.

Siapa Willie Horton?

Willie Horton adalah seorang pesakitan, warga kulit hitam dengan reputasi kejahatan yang tergolong sadis: pembunuh, pemerkosa, dan juga perampok.

William R Horton lahir pada 12 Agustus 1951.

Debutnya sebagai kriminal ia genapi dengan membunuh seorang petugas pom bensin, seorang remaja kulit putih berusia 17.

Setelah merampok uang di brankas ia membuang mayat ABG malang bernama Joseph Fournier itu ke tong sampah dengan 19 luka tusukan.

Akibat kejahatan yang dilakukan pada 1974 itu Horton dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Northeastern, Massachusetts.

Pada 6 Juni 1986 Horton mendapatkan jatah dari program cuti narapidana yang diberlakukan oleh gubernur dan aparatur hukum Massachusetts, namun Horton tidak pernah kembali.

Dalam masa pelarian itu, pada April 1987 Horton kembali melakukan aksi keji. Ia melakukan dua kali perkosaan terhadap perempuan kulit putih di Oxon Hill, Maryland.

Kedua korbannya ini setelah diperkosa kemudian dibunuh dengan cambuk dan ditembak. Ia juga menyerang seseorang yang dia rampas mobilnya.

Kontroversi atas program cuti Horton ini oleh kubu George Bush Senior digunakan sebagai isu utama untuk menyerang dan menjatuhkan Michael Dukakis yang merupakan Gubernur Massachusetts pada waktu program cuti terhadap Horton diberlakukan.

Program cuti itu sendiri sebenarnya dimaksudkan sebagai bagian dari upaya merehabilitasi para narapidana.

Bush Senior secara berulang-ulang menyuarakan masalah program cuti narapidana dan efek kejahatan Horton ini di dalam pidato-pidato kampanyenya, yang tentu saja sangat menyudutkan Dukakis yang saat itu sudah mulai menenangkan nominasi capres dari Partai Demokrat.

Media-media pendukung Bush juga ikut menggoreng isu ini dengan bumbu-bumbu berita sensasional untuk menimbulkan efek kengerian di dalam masyarakat akibat program cuti dari Dukakis itu.

Tak dapat dihindari berita-berita dengan nuansa rasisme juga bermunculan, yang menyulut semangat anti warga kulit hitam. Media massa pendukung Bush Senior benar-benar mengipasi berkembangnya bara histeria di dalam masyarakat, sehingga isu-isu substantif yang rasional yang seharusnya menjadi pokok utama bahasan dan perdebatan kedua kubu capres, seperti isu pemulihan ekonomi, bergeser ke persoalan yang tidak signifikan dan rawan konflik seperti disintegrasi sosial.

Kondisi yang dibangun oleh media massa pendukung Bush Senior ini tentu saja dilakukan berdasarkan Agenda Setting. Melalui tiga unsur utama media yaitu pemberitaan, editorial, dan iklan.

Kubu Bush Senior bahkan membayar sangat mahal salah satu konsultan tersohor dunia untuk membuat berbagai content iklan untuk menjatuhkan citra Dukakis di mata publik dan menyalurkan iklan-iklan tersebut ke media massa.

Bagaimana dengan di sini?

Dengan kampanye Pilpres 2019 yang kini sedang berlangsung?

Esensinya ternyata ada kesamaannya dengan histeria kasus Willie Horton. Yaitu kampanye Pilpres 2019 saat ini wacananya tidak substantif, bahkan boleh dibilang dangkal dan primitif. Menyentuh SARA serta potensial menumbuhkan disintegrasi sosial.

Kedua kubu lebih banyak berkubang ke dalam hal-hal yang tidak penting, seperti perang kata-kata di sosmed, memproduksi istilah-istilah atau kosakata, yang hanya memunculkan debat kusir semantik belaka. Bukan adu ide, gagasan, atau saling menawarkan solusi konkret atas berbagai persoalan ril yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini, terutama masalah perekonomian nasional.

Masyarakat tidak disuguhi oleh solusi, sehingga tidak melihat jalan keluar yang jelas bagi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini.

Ada banyak kalangan berpendapat taktik ala Willie Hortonisasi ini sengaja dipakai untuk menutupi ketidakmampuan tim ekonomi dan ketidakmampuan di bidang lainnya.

Taktik ala Willie Hortonisasi dipakai untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari hal-hal yang substantif dan dari kondisi yang nyata yang sedang menghimpit rakyat negeri ini.

Siapa sutradara atau dalang pengadopsi taktik ala Willie Hortonisasi ini ?

Siapapun dia, taktik seperti ini sangat berbahaya sebab misi dan "hasil kerjanya" adalah kehancuran dan perpecahan bangsa. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA