"Seleksi mental ideologi pada aparatur negara harus ditata ulang. Jangan sampai muncul pemberontakan justru berasal dari dalam," ujar Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi di Purwakarta, Senin (19/11).
Menurutnya, Indonesia berada di tengah-tengah dua pemahaman besar. Pemahaman radikalisme yang berasal dari timur tengah dan liberalisme dari barat saling berebut pengaruh yang akibatnya menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
"Radikalisme itu antitesa dari liberalisme," katanya.
Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat itu mengatakan, Indonesia memiliki paham kulturalisme yang sudah tertanam sejak dulu.
"Kini, sudah saatnya kedua kutub pemahaman yang berasal dari luar tersebut bersatu, dan sama-sama menjunjung paham kulturalisme yang berbasis pada sendi-sendi kehidupan yang ber-Pancasila. Paham yang selaras dengan alam dan lingkungan," tuturnya.
Data soal PNS tidak setuju ideologi Pancasila disinggung Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soedarmo. Ia menyebut 19,4 persen PNS di Indonesia tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Penolakan terhadap Pancasila di kalangan pegawai negeri jadi penyebab lemahnya ketahanan nasional.
Data 19,4 persen PNS yang anti Pancasila dikutip dari survei Alvara Research yang dilakukan 10 September sampai 5 Oktober 2017 di 6 kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Survei mengambil 1.200 responden dengan kalangan PNS, swasta/profesional dan di BUMN, dengan rentan usia 25-40 tahun. Selain kalangan pekerja, Acara juga melakukan Alvara juga melakukan survei terhadap 1.097 reseponden yang berasal dari golongan milenial di 33 provinsi di Indonesia.
[dem]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: