Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Timses Capres Seperti Rem Blong, Butuh Relawan Untuk Dinginkan Suasana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 07 Desember 2018, 16:57 WIB
Timses Capres Seperti Rem Blong, Butuh Relawan Untuk Dinginkan Suasana
Hendri Satrio/Net
rmol news logo Dinamika jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 semakin tidak terkendali.

Hal itu dipicu oleh cara dan tindakan para tim sukses (timses) dan pendukung seperti rem blong dalam melancarkan kampanye. Saling serang, saling ejek, saling hina, saling caci, dan saling benci, terus menggema baik di jagat nyata maupun jagat maya.

"Harusnya timses dan pendukung 'saling jual' program dan keunggulan calonnya ke masyarakat, bukan malah memprovokasi pendukungnya untuk saling menjelekkan dan menyerang lawan," ujar pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio di Jakarta.

Hendri menjelaskan, sesuai teori, proses demokrasi itu akan langgeng dan damai dilaksanakan bila tercapai tidak hal. Ketiga hal itu yaitu ekonomi merata, hukum yang tidak tebang pilih, kedewasaan berpolitik termasuk didalamnya toleransi.

Tapi yang terjadi sekarang ini, lanjut Hendri, kombinasi dari tiga hal itu yaitu ekonomi yang dianggap sebagian masyarakat tidak terlalu baik, hukum juga dianggap masih tebang pilih. Bahkan sampai hari ini tentang kedewasaan politik, terutama toleransi dan identitas masing-masing warga negara masih ada kaitannya dengan jatidiri masing-masing.

"Itulah yang membuat timses seperti rem blong dan itu menjadi kegagalan yang diciptakan timses. Padahal kegagalan timses notabene adalah kegagalan capres dan cawapres 2019," terang Founder lembaga survei KedaiKopi ini.

Menurut Hendri, kultur masyarakat Indonesia itu masih mengikuti tokoh dan panutannya. Kalau panutannya adem ayem, maka mereka juga adem pula.

"Sekarang panutannya belum debat, belum berdiskusi, belum berpolemik di ranah yang substantif tapi masih ranahnya kampanye sudah saling serang, saling tuding sehingga memunculkan kata-kata viral seperti saya tabok, wong Boyolali, lulusan SMA hanya jadi ojek, dan lain-lain," tuturnya.

Pada 2014 lalu, waktu kampanye hanya sebentar, sementara sekarang waktunya enam bulan. Namun baru dua bulan saja dinamikanya sudah seperti saat ini.

"Tanpa disadari, akibat waktu kampanye terlalu lama, masyarakat jadi terjebak dengan lamanya waktu kampanye itu dan itu membuat mereka terjebak juga dalam lingkaran media sosial (medsos). Ironisnya mereka tidak sadar medsos makin penuh dengan berbagai hal negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, kampanye hitam, adu domba, dan lain-lain," papar Hendri.

Ia menyarankan harus ada kerjasama menyeluruh antara badan dan lembaga negara untuk mendinginkan suasana. BNPT, BSSN, Bawaslu, TNI, Polri, melalui bidang siber mereka, setiap hari tidak boleh berhenti menyampaikan pesan damai  melalui medsos.

"Rangkullah ulama dan tokoh agama yang memiliki kharisma, sehingga masyarakat bisa lebih tertata dan terjaga," ujarnya.

Selain itu, menurut Hendri, perlu ada semacam relawan yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat untuk melawan upaya-upaya perpecahan itu, baik di alam nyata maupun maya. Ini akan menjadi langkah pemberdayaan masyarakat yang kesannya kecil, tapi akan berdampak sangat besar bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Saya kira perlu ada gerakan relawan milenial tapi gerakannya akan seperti apa yang dan bisa mencakup pendukung capres 01 dan capres 02 dan di mengerti masyarakat secara cepat," saran dia.

Hendri yakin bila gerakan relawan milenial itu mulai bergerak, maka para anak muda Indonesia akan bersatu. Ia juga mengajak seluruh pihak agar tidak khawatir dengan adanya kubu-kubuan jelang Pilpres.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA