Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Erick Thohir Tidak Fair, Ma'ruf Bemper Jangan Dipaksa Jadi Mesin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 09 Desember 2018, 12:27 WIB
Pengamat: Erick Thohir Tidak <i>Fair</i>, Ma'ruf Bemper Jangan Dipaksa Jadi Mesin
Ma'ruf Amin/RMOL
rmol news logo Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Erick Thohir tidak sepatutnya menyalahkan Ma'ruf Amin atas stagnansi elektabilitas pasangan capres-cawapres nomor urut 01.

Sementara sejak awal, publik cenderung membaca Ma'ruf dipilih mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 untuk menangkal stigma calon petahana anti Islam, anti ulama.

Senada dengan Erick, Menteri Koordinator Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan juga berharap calon wakil presiden pasangan Joko Widodo, Ma'ruf Amin, turun kampanye agar menaikkan elektabilitas pasangan nomor urut 01 itu.

"Kalau Pak Ma'ruf Amin belum banyak turun, kita harap ya (turun kampanye)," kata Luhut yang ditemui usai memberikan pembekalan pada Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Bravo 5 di Hotel kawasan Jakarta Pusat, Sabtu malam (8/12).

Sejauh ini, dirinya menilai Ketua MUI non-aktif itu belum banyak menyapa pemilih ke daerah-daerah, terutama di Banten, yang dianggap survei internal elektablitas Jokowi kalah 9 persen.

"Nah kalau tujuan awalnya jadi tameng, bemper, jangan disuruh tiba-tiba jadi mesin, susah. Kalau disuruh jadi mesin, jadi repot," ucap pengamat politik komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, beberapa saat lalu (Minggu, 9/12).

Hendri menjelaskan, Ma'ruf ini punya posisi yang khusus, tidak bisa disamakan dengan Prabowo Subianto, Sandiaga Uno apalagi Jokowi. Setidaknya ada tiga alasan dia.

"Pertama, Pak kiai Ma'ruf ini dengan segala hormat, walaupun dia kiai besar, dia lebih dikenal sebagai kiai struktur dibandingkan kiai grassroot," tutur Hendri.

Kedua, gaya Ma'ruf yang ulama tidak bisa disamakan dengan gaya milenialnya Sandiaga, piningitnya Jokowi, atau gaya elitnya Prabowo.

"Gaya ulama, artinya orang yang datang ke dia, bukan dia mendatangi orang," terang Hendri.

Selanjutnya faktor usia yang memungkinkan Ma'ruf agak lambat bergerak dan harus dimaklumi. Menurut Hendri, Erick sebagai ketum TKN semestinya bisa memperhitungkan kekuatan, kelebihan maupun kelemahan Ma'ruf.

"Menurut saya tidak fair Abang Erick menyalahkan kiai Ma'ruf. Justru, sekarang saya melihatnya jangan-jangan kelemahannya ada di ketua tim suksesnya juga," cetus Founder lembaga survei KedaiKopi ini.

Sebetulnya banyak cara yang bisa ditempuh TKN dengan memanfaatkan Ma'ruf sesuai kemampuan yang dimilikinya. Semisal, sebut Hendri, mengadakan tabligh akbar dengan menghadirkan Ma'ruf atau roadshow hafiz Alqur'an.

"Dia (Ma'ruf) kan bemper, jadi digerakkan. Beda dengan mesin, bisa gerak sendiri. Jokowi bisa gerak sendiri, lah dia mesin. Mesin itu tugasnya mendulang suara banyak," imbuh Hendri.

Sebelumnya dalam acara Workshop Nasional TKN-TKD Jokowi-Ma'ruf di Sahid, Jakarta, Jumat (7/12) lalu, Erick berdalil stagnasi elektabilitas Jokowi-Ma'ruf karena cawapresnya belum turun kampanye.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA