Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Akhirnya, DPP Hanura Laporkan Komisioner KPU Ke Bareskrim Polri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 20 Desember 2018, 14:50 WIB
Akhirnya, DPP Hanura Laporkan Komisioner KPU Ke Bareskrim Polri
Aksi damai kader Hanura di KPU/RMOL
rmol news logo Ancaman pengurus DPP Partai Hanura yang ingin melaporkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke polisi ternyata bukan isapan jempol.

Ketua DPP Partai Hanura, Benny Rhamdani bersama kader partai langsung menuju Bareskrim Polri setelah aksi demo ribuan kader Partai Hanura tidak membuahkan hasil.

"Ini saya dan teman-teman sudah di Bareskrim (untuk melaporkan komisioner KPU)," ungkapnya saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (20/12).

Laporan ke polisi dilakukan lantaran para Komisioner KPU tidak mau menjalankan perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung (MA). Dimana kedua lembaga hukum itu memutuskan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta (OSO) dapat mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat (Kalbar).

Langkah tersebut ditempuh setelah 34 pengurus DPD dan pengurus DPP Hanura selaku perwakilan dari ribuan pendemo kader Hanura tak berhasil menemui salah satu Komisioner KPU.

"Kalau ngomong di media gagah perkasa kalau ketemu owner peserta Pemilu tak mau. Dia hanya EO (event organizer). Banci kalau tidak mau menemui kami. Kami ultimatum, kalau dalam 15 menit tidak menemui kami, kami akan laporkan ke Bareskrim," tegasnya.

Sebelumnya, Kuasa Hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra menegaskan, semua putusan pengadilan, baik dari Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, maupun PTUN sesungguhnya tidak ada kontradiksi, yakni membolehkan OSO nyaleg sekalipun dia masih menjabat sebagai Ketum Hanura. Sebab putusan MK berlaku pada Pemilu tahun 2024 nanti.

Nah, karena Komisioner KPU dianggap tidak menjalankan perintah pengadilan, Yusril pun membuka peluang untuk membawa kasus tersebut ke ranah etik melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan ranah pidana.

"Sebenarnya bisa ada sanksi etik. Itu dibawa ke majelis DKPP. Tapi ada kemungkinan juga bisa dikenakan sanksi pidana karena mengabaikan keputusan pengadilan dan merugikan hak-hak," demikian Yusril. [lov]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA