Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemilu Yang Melelahkan

Menonton Sinetron Politik Indonesia (6-Habis)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Selasa, 25 Desember 2018, 17:44 WIB
Pemilu Yang Melelahkan
Zainal Bintang/Net
PEMILU serentak bulan April 2019 adalah Pemilu yang paling melelahkan. Selain pemilihan pasangan calon presiden juga pemilihan anggota legislatif. Rakyat harus mencoblos lima kertas suara. Mulai dari pasangan capres, calon legislatief (pusat, propinsi dan kabupaten/kota dan dewan perwakilan daerah).

Faktor lain yang melelahkan adanya perdebatan panjang pro kontra kasus: daftar pemilih ganda, KTP elektronik yang tercecer, orang gila punya hak pilih dan kasus kotak suara kardus.

Demokrasi elektoral sebagai aturan main dalam perburuan kuasa mewarnai perjalanan ribetnya proses demokratisasi. Aturan main itu memaksa dua kubu besar politik peserta kontestasi perlu mengasah otak, mengatur strategi, bahkan menyiapkan jebakan.

Masa kampanye panjang kurang lebih enam bulan menjadi medan pertempuran saling menjatuhkan. Janji debat adu gagasan hanya pepesan kosong. Forum debat kontestan di layar televisi lebih banyak mempertontokan rendahnya kualitas intelektualitas politisi. Yang ditonjolkan kepada publik sebatas mampu  mengungkit kelemahan masa lalu dan serangan pribadi kepada lawan tanding.

Akibatnya hiruk pikuk arogansi politisi yang terbuka di publik hanya menambah sikap apatis masyarakat karena tidak tersirat harapan perbaikan di masa datang paska pemilu nanti. Retorika tanpa makna menjauhkan rakyat dari impian tampilnya pemimpin andalan masa depan.  

Tingginya frekwensi sanggahan terhadap kesuksesan kinerja petahana  membuat panggung politik memanas. Klaim keberhasilan dilawan dengan  paparan fakta argumentatif. Yang paling banyak menyita perhatian adalah sejumlah aktifitas Jokowi bermuatan bantahan atas tuduhan sebagai "kader komunis dan anti Islam" yang dialamatkan kepadanya.

Pilihan narasi "kader komunis dan anti Islam" yang muncul dari sumber yang tidak jelas itu menjadi tombak kembar politik yang sensitif dan berpotensi mematikan mematikan seketika karier politik seseorang. Jokowi sedang ada disana sekarang. Menjadi objek sasaran kampanye hitam.

Menurut Machfud MD mantan Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) di dalam Pemilu kampanye negatif dibolehkan karena bertujuan  membuka kesalahan seseorang dan ada sumber yang jelas. Yang tidak boleh adalah kampanye hitam, karena itu adalah fitnah dan tidak punya fakta.

TKN (Tim Kampanye Nasional) Jokowi-Maruf seolah-olah kurang maksimal menggunakan kemampuan intelijen dan strategi jitu mementahkan kampanye hitam itu. Terbukti hanya Jokowi sendirilah yang terus menerus membantah tuduhan itu setiap menghadiri suatu acara. Hal mana terlihat kurang elok, terkesan sangat ambisius.

Di dalam berbagai serial debat tim sukses di ruang publik, tidak terlihat ketrampilan jurubicara tim petahana mementahkan tuduhan itu karena diserang kebanyakan peristiwa masa lalu dan kehormatan pribadi kontestan lawan. Hal mana menjadi bumerang karena  simpati rakyat lebih banyak kepada yang diserang.

Di dalam wawancara dengan media ibukota, Maruf Amin mengakui keputusan Jokowi memilih dirinya sebagai calon wakil presiden bertujuan untuk membuktikan rasa hormat Jokowi kepada umat Islam. Dan untuk mengeleminasi pengaruh kampanye hitam yang muncul melalui jaringan cyber army gelap kalangan yang tidak sejalan.

Sementara itu kehadiran perangkat medsos (media sosial) yang agresif membuat cuaca proses pemilu itu menjadi pengap dan sumpek. Penetrasi medsos sangat bebas, lincah dan cenderung radikal. Namun demikian radikalisme medsos ini toh digemari publik.

Ada pesan yang tertangkap, seakan sebahagian besar masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh kekuasaan, kini  menemukan pintu masuk untuk menyuarakan unek-unek mereka yang dinafikan baik oleh wakil rakyat maupun media mainstream.

Pemerintah sendiri terkesan setengah mati mencari suatu resep untuk bisa mengendalikan fabrikasi isu miring dari medsos yang bebas tak terkendali dan tidak terkendala oleh apapun. Dari medsos lahir perlawanan masyarakat tanpa kekerasan. Termasuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang seringkali kurang bijak.

Situasi dan kodisi politik yang sedang mengalami turbulensi ini mendorong demokrasi elektoral mendapat beban berat: kontestan diwajibkan mengumpulkan bilangan elektoral sebanyak-banyaknya denga segala cara untuk menduduki kursi Indonesia Satu.

Dan justru melalui ada balap proses implementasi demokrasi elektoral itu pulalah terbuka ruang kecurangan yang menyuburkan kampanye hitam.

Bagaimanapun juga rakyat sebagai pemilik kedaulatan atas negeri ini, harus mampu melewati proses Pemilu serentak yang melelahkan ini. Mereka wajib proaktif memberantas virus kampanye hitam dari manapun datangya.

Melalui Pemilu bersih dan jujur adalah salah satu cara yang tepat dan elegan menolak lahirnya calon pemimpin siluman! [***]

Penulias adalah wartawan senior dan pemerhati sosial budaya.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA