Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demi Kemanusiaan, Utang Debitur Korban Bencana Sulteng Harus Dihapus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 05 Februari 2019, 16:35 WIB
Demi Kemanusiaan, Utang Debitur Korban Bencana Sulteng Harus Dihapus
Ahmad Ali/Net
rmol news logo Pemberian fasilitas penghapusan utang debitur bagi korban terdampak gempa merupakan hal yang wajar dan memungkinkan untuk dilakukan. Khususnya, bagi korban bencana di Palu, Donggala, dan Parimo, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Keempat daerah ini, kata Ketua Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Ali tidak hanya mengalami bencana gempa bumi, melainkan juga diterjang tsunami dan likuifaksi. Sehingga tingkat kerusakan yang dialami terbilang parah.

“Jadi sudah sangat wajar jika pemberian fasilitas penghapusan utang debitur dilakukan. Paling tidak atas nama kemanusiaan. Saya meyakini, kebijakan dibuat untuk merawat kemanusiaan,” ujar pria yang akrab disapa Mat Ali itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/2).

Bencana di Sulteng telah menimbulkan kerusakan ekonomi. Sejumlah aset ekonomi penting untuk kelanjutan usaha rusak dihantam bencana. Tidak sedikit juga para tulang punggung ekonomi keluarga yang menjadi korban bencana.

“Berdasarkan hal tersebut, selayaknya perdebatan publik lebih ditujukan pada skema dan payung hukum untuk memberikan perlakuan khusus kepada korban bencana terdampak langsung agar selaras dengan aturan perundangan yang berlaku,” terang anggota Komisi VII DPR itu.

Menurutnya, penghapusan utang debitur korban bencana juga sangat dimungkinkan secara hukum. Sebab, bencana di Sulteng telah memenuhi unsur keadaan memaksa (force majeur) atau overmatch.

Tiga unsur keadaan memaksa telah dipenuhi. Di antaranya, tidak dipenuhinya prestasi akibat peristiwa musnah atau binasanya benda yang menjadi objek perikatan. Kedua, ada sebab di luar kesalahan debitur akibat peristiwa yang menghalangi debitur untuk memenuhi kewajiban atau berprestasi.

“Terakhir, faktor penyebab yang kemunculannya tidak diduga sebelumnya,” tegasnya.

“Jadi jika memakai logika sederhana saja dalam unsur pertama, bagaimana bisa debitur dapat dikenai hak tagih jika benda yang diagunkan atau asset untuk berproduksi telah rusak dan kehilangan fungsi,” pungkasnya. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA