Menurut pakar energi dan kelistrikan, Ali Herman Ibrahim, kebijakan 35 ribu megawatt itu harus dikoreksi lagi oleh pemerintah karena kebutuhan listrik kita hingga tahun 2019 belum mencapai besaran itu.
"Dalam kelistrikan ditanya soal 35000 megawatt, kenapa kok ricuh? 35 ribu megawatt dibilang kegedean tapi kok nggak direvisi atau tak dikoreksi? Padahal kebutuhan kita listrik belum mencapai segitu," ungkap Ali dalam diskusi "Indonesia Pasca Jokowi, Kedaulatan Energi Apa Solusinya?" di Media Center BPN Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (7/2).
Sambung dia, kebijakan itu seakan maksa dan diada-adakan. Sehingga banyak pembangkit listrik yang dibangun tidak efektif dengan kebutuhan.
"Ya karena hanya tadi alasannya untuk memenuhi 35 ribu megawatt itu," tegas Ali.
Ke depan di bawah kepemimpinan Prabowo-Sandi, Ali berharap restrukturisasi kelistrikan perlu dilakukan. Program 35 ribu megawatt itu perlu untuk jangka panjang dan dilakukan dengan memprioritaskan Energi Baru Terbarukan (EBT) terlebih dahulu.
"Padahal energi terbarukan sudah kita sapakati bersama. Bahwa energi terbarukan itu adalah energi yang sustainabke, yang berkelanjutan. Kenapa sekarang nggak berkembang? Karena kebijakan ini tidak mendapat dukungan," tandasnya.
[rus]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: