Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dunia Pers Jangan Ikut Terjebak Hoax Dan Ujaran Kebencian

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 14 Februari 2019, 06:45 WIB
Dunia Pers Jangan Ikut Terjebak <i>Hoax</i> Dan Ujaran Kebencian
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo (paling kanan, batik hitam putih) berfoto selfie bersama para pembicara diskusi Memberantas Jurnalis Abal-Abal di Jakarta, Senin (11/2)/RMOL
rmol news logo Sebagai sumber informasi, pers menjadi tidak diminati masyarakat daripada media sosial. Bahkan tidak jarang justru pers malah mengikuti arus narasi dan wacana yang berhembus dari medsos meski informasi tersebut belum terkonfirmasi kebenarannya.

Karena itulah, dunia pers harus bisa berperan penting dalam melakukan edukasi kepada publik dengan berita yang akurat, terverifikasi kebenaran informasi yang beredar sehingga dapat mencerdaskan masyarakat.

Media mainstream harus menjadi sumber informasi utama kepada masyarakat untuk membandingkan validitas informasi yang bertebaran di medsos.

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo meminta kepada media mainstream atau dunia pers untuk bisa ikut berperan aktif menangkal hoax dan ujaran kebencian yang telah marak beredar di medsos ataupun di dunia nyata.

Dunia pers jangan ikut terjebak dalam penyebaran informasi berita yang bersumber dari medsos yang tentunya belum terverifikasi kebenaran berintanya. 

"Di tengah maraknya banjir informasi yang memunculkan hoax, dan ujaran kebencian, maka media mainstream dan media profesional harus bisa menjadi rumah penjernih atau clearing house sebagai tempat orang untuk bisa menemukan berita yang benar sesuai fakta. Media harus bisa menjadi bahan rujukan bagi masyarakat untuk mengecek kebenaran informasi yang mereka dapatkan," ujar Yosep dalam diskusi 'Memberantas Jurnalis Abal-Abal' di Jakarta, Senin (11/2).

Yosep mengakui saat ini dunia pers atau media mainstream sebagai sumber informasi seperti tidak diminati masyarakat sebagai sumber informasi dikarenakan ada beberapa faktor penyebab.

Penyebab pertama ada banyak pemilik media menjadi ketua ataupun pimpinan partai atau berafiliasi pada partai tertentu sehingga menjadikan media sebagai boncengan politik.

Lalu penyebab kedua dikarenakan ada pergeseran pembaca, di mana yang membaca bahan-bahan cetakan hanya sisa dari Generasi Baby Boomers dan sebagian Generasi X. Lalu ke Generasi Y dan Generasi Z sudah tidak lagi membaca koran atau majalah, bahkan juga tidak menonton TV lagi.

"Mereka adalah kelompok milenial yang notabene adalah digital native yang mendapatkan informasi dari gadget yang ada dalam genggaman, berkomunikasi menggunakan medsos dan menonton hiburan, film dari youtube, Netflix dan lain-lain," kata pria yang akrab disapa Stanley ini menjelaskan.

Faktor penyebab lainnya dikarenakan industri media mengalami kegamangan dan kehilangan sumber-sumber peliputan. Hal ini dikarenakan para pejabat ataupun tokoh yang selama ini menjadi sumber informnasi berita juga lebih suka membuat vlog dan selfie yang tentunya bisa langsung dikomunikasikan ke masyarakat melalui medsos.

"Para pejabat sekarang ini sudah tidak lagi berbicara dengan para pemimpin redaksi dan wartawan senior. Karena itulah wartawan kemudian membuat berita dari pernyataan pejabat ataupun tokoh yang telah diunggah di medsos," ujar pria kelahiran Malang, 20 Juni 1959 ini.

Namun ia menyesalkan saat ini wartawan generasi muda memang lebih memilih cara mudah untuk membuat banyak berita yang cukup diambil dari medsos, sehingga mereka merasa tidak perlu untuk  turun ke lapangan.

"Padahal turun ke lapangan itu masih sangat penting untuk dapat melihat langsung peristiwa ataupun kejadian secara riil demi keakuratan dari berita tersebut. Ini yang terjadi dan pernah menjadi bahan penelitian Universitas Paramadina bekerja sama dengan Maverick,” katanya.

Untuk itu pria yang pernah menjadi wakil ketua Komnas HAM ini berharap agar dunia pers bisa mengembalikan kepercayaannya di mata masyarakat sebagai sumber berita yang terpercaya seperti sebelum ada lahirnya medsos.

Ia juga meminta kepada masyarakat untuk dapat percaya kembali pada pemberitaan yang bersumber dari media mainstream tanpa melalui medsos.

Setiap mendapat informasi yang meragukan, misalnya meminta diviralkan, mengajak orang untuk menyerang orang lain, bernada hasutan dan kebencian baik yang disebarkan melalui medsos atau yang terjadi di dunia nyata sebaiknya dicek terlebih dahulu pada sumber-sumber yang kredibel atau sumber media mainstream.

"Masyarakat harus juga memcari informasi dari media mainstream. Dan tentunya  tugas dari pers atau media mainstreamlah yang harus dapat meluruskan dan memberikan informasi yang valid kepada masyarakat terhadap berita yang beredar di medsos atau di dunia nyata tersebut," katanya mengakhiri. [wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA