Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mantan Kepala Bais: Intimidasi Politik Ancaman Serius Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 25 Maret 2019, 18:24 WIB
Mantan Kepala Bais: Intimidasi Politik Ancaman Serius Demokrasi
Mantan Kepala Bais Soleman B. Ponto (kiri)/Net
rmol news logo . Segala bentuk ancaman teror dan intimidasi politik yang bertujuan mengacaukan Pemilu serentak 2019 tidak bisa dibiarkan. Teror dan intimidasi harus dilawan karena mengancam demokrasi dan peradaban kemanusiaan.

Berikut kesimpulan diskusi bertajuk "Selamatkan Demokrasi, Melawan Segala Bentuk Intimidasi Politik" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/3).

Dalam diskusi yang digelar Komunitas Kita Tidak Takut (KTT), mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais), Soleman B. Ponto mengatakan teror dan intimidasi terkait pesta demokrasi terlihat nyata. Tebaran ancaman teror dan intimidasi tersebut tidak hanya tersebar di dunia maya. Berbagai peristiwa teror dan intimidasi terjadi juga di dunia nyata.

Menurut Soleman, adapun pesan yang disampaikan pembuat teror untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Pesan yang saya baca agar rakyat takut datang ke TPS karena diisukan kalau datang ke TPS akan terjadi keributan. Harapan penteror itu memang begitu, membuat orang takut. Tapi kita jangan takut. Intimidasi dan teror membuat kualitas pemilu tidak baik," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan pembicara lain Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Ada beberapa model teror dan intimidasi terkait pemilu. Mulai dari yang halus hingga yang paling keras atau ekstrim.

"Paling halus misalnya dalam bentuk spanduk, isi kalimatnya mengancam minoritas atau masyarakat akar rumput. Dengan narasi berbau intimidasi. Ini bertaburan di daerah," katanya.

Dan intimidasi paling ekstrim, misalnya menciptakan peristiwa yang destruktif seperti melakukan perusakan dan pembakaran hingga ledakan. Menurut dia, hal semacam ini bisa menjadi bagian dari strategi pemenangan pemilu untuk menciptakan ketakutan dan kecemasan.

"Tujuannya ada dua. Pertama agar pemilih takut ke TPS. Kedua, untuk mengarahkan agar memilih calon tertentu," jelasnya.

Sayangnya, lanjut Karyono, teror politik yang menjadi ancaman demokrasi dan peradaban ini tidak diikuti aturan hukum pemilu yang tegas. Padahal teror politik membuat keresahan masyarakat. Teror ini membuat masyarakat tidak bebas menentukan pilihannya. Itulah sasaran teror dan intimidasi, yakni menyerang psikologi masyarakat.

"Sayangnya, pelaku teror dan intimidasi politik ini sulit dijerat dengan UU Pemilu. Penyelesaiannya pun sering tidak jelas," kata Karyono.

Sementara itu, pakar pilitik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit mengatakan, teror politik ini hanya bisa dilawan dengan pendidikan politik yang konsisten. Mulai yang paling kecil dari keluarga, di sekolah serta dalam organisasi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA