Hal inilah yang kerap disoroti Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Hasil riset yang seharusnya berdasarkan temuan fakta di lapangan, saat ini dinilai telah bergeser.
"Memang tugas mereka (lembaga survei)
framing, bukan mencari fakta. Dibayar untuk
framing bukan untuk mencari fakta," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/4).
Hal itu pula yang menjadi alasan bahwa setiap lembaga tak pernah terbuka soal asal-muasal pendanaan survei.
Di sisi lain, Fahri melihat kecenderungan lembaga survei saat ini makin ekstrem dengan 'melemahkan' kelompok tertentu berdalih riset guna kepentingan pemodal.
"Ada kecenderungan menggunakan hasil survei untuk meng-
attack kelompok lain. Seperti yang saya dengar pemilih FPI telah beralih kepada Jokowi. Kan lucu, ya memang (lembaga survei) dibayarnya untuk
framing," jelasnya.
Sadar akan fenomena itu, ia pun berpendapat jika lembaga survei harus dibenahi dengan aturan yang jelas. Mereka dinilai perlu mengumumkan kepada publik sumber dana yang didapat dalam setiap penyelenggaraan riset.
Selain itu, lanjutnya, lembaga survei juga harus memperjelas statusnya, apakah murni sebagai lembaga survei atau berbentuk konsultan politik.
"Kalau dia konsultan ya dia akan membuat
frame. Jadi kalau ada pemilih (responden) sedikit, (kemudian menyebut) FPI pilih Jokowi. Wah ini peristiwa besar seolah-olah orang sudah migrasi ke Pak Jokowi. Lalu kemudian mem-
frame pemilihnya Pak Prabowo ini radikal, itu semua
framing," jelasnya.
"Menurut saya itu ada pelanggaran hukumnya karena mau memanipulasi data dan juga kental persoalan etikanya," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.