Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Polri Imbau Masyarakat Tak Ikut Sebar Hoax Selama Masa Tenang Kampanye

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Rabu, 10 April 2019, 17:53 WIB
Polri Imbau Masyarakat Tak Ikut Sebar Hoax Selama Masa Tenang Kampanye
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo/Net
rmol news logo Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meminta masyarakat tidak menyebar kabar bohong alias hoax pada masa tenang menjelang pencoblosan 17 April 2019 nanti.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, tujuh hari jelang pencoblosan ancaman gangguan kamtibmas di ruang siber masih di dominasi dengan beredarnya berita bohong (hoax).

“Yang terakhir adalah berita tentang hasil penghitungan Pilpres 2019 pada TPS di luar negeri, yang beredar melalui whatsapp,” kata Dedi, kepada wartawan, Rabu (10/4).

Soal viralnya hasil penghitungan surat suara ini, kata Dedi, telah diklarifikasi langsung oleh Komisioner KPU Viryan Azis bahwa memang ada pencoblosan awal bagi pemilih yang berdomisili di luar negeri, namun penghitungan suaranya akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019. Sehingga berita yang beredar tersebut adalah berita yang tidak benar.

Polri memperkirakan berita-berita yang meresahkan serupa akan terus bermunculan, juga tidak menutup kemungkinan adanya metode penyebaran berita bohong lainnya, seperti penyebaran SMS melalui peralatan broadcasting yang dapat diterima oleh siapa saja di suatu daerah tertentu.

Dedi menjelaskan, beberapa isu negatif seperti isu KTP palsu yang tercecer, kontainer berisi surat suara tercoblos, sampai yang terakhir adalah isu tentang server KPU yang telah dikondisikan untuk memenangkan salah satu paslon, telah diungkap dan pelakunya telah ditangkap.

“Polri mengingatkan masyarakat, bahwa meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara setinggi-tinggi selama sepuluh tahun, dan bilamana yang disebarkan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), akan dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun,” ujarnya.

Di sisi lain, masih kata Dedi, penyelenggaraan Pemilu juga tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan siber, baik yang disengaja maupun yang terkendala akibat volume akses yang tinggi sehingga terjadi kelambatan akses data.

“Oleh karena itu, selain siap melakukan pengamanan fisik dengan dukungan keamanan penuh dari TNI dan Polri yang menjamin masyarakat untuk tidak ragu menggunakan hak pilihnya, KPU juga telah didukung banyak stakeholder agar penyampaian hasil hitung manual yang disaksikan secara terbuka dapat diketahui hasilnya oleh masyarakat,” demikian Dedi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA