Hanya, BPN balik mempertanyakan sumber pendanaan lembaga survei yang mempublikasikan
quick count (hitung cepat) dengan hasil perolehan suara terbanyak diraih Jokowi-Maruf.
"Adu data sama lembaga survei, yang perlu ditanya itu duitnya lembaga survei yang biayai siapa. Mungkin nggak lembaga survei keluarkan uang sendiri? itu yang perlu ditanya publik bukan hanya metodologi," ujar Jurubicara BPN Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade di Rumah Kartanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (21/4)
Menurut Andre, besaran dana yang dibutuhkan untuk menjalankan penghitungan suara Pilpres pastilah tidak sedikit. Apalagi delapan lembaga survei yang tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) itu juga berkali-kali melakukan survei dari sebelum Pilpres.
"Metodologi
fine, silakan. Tapi perlu publik mulai kritisi apa mungkin mereka survei berkali-kali dari sebelum Pemilu sampai sesudah Pemilu lalu
quick count, itu butuh uang miliaran. Uangnya dari mana? apa mungkin mereka keluarkan dari kantong sendiri? itu yang perlu ditanyakan," tandasnya.
Persepsi dalam konferensi pers baru-baru ini membuka sumber data dan metodologi survei hitung cepatnya. Di antaranya, jumlah sampel sekitar 2.000-6.000 TPS, kehadiran enumerator yang benar-benar ada di lapangan, dan jaminan proses yang dilakuakan adalah acak agar bisa mewakili lebih dari 800 ribu TPS di Indonesia.
CEO Cyrus Network,Hasan Nasbi dkk balik menantang BPN melakukan hal yang sama.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.