Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pilpres 2019 Berpotensi Tanpa Pemenang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 24 April 2019, 21:53 WIB
Pilpres 2019 Berpotensi Tanpa Pemenang
Joko Widodo dan Prabowo Subianto/Net
rmol news logo Syarat minimal perolehan suara yang harus dipenuhi pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 masih kontroversi. Seperti 2014 silam, Pilpres 2019 juga diikuti dua pasangan calon.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup mengatakan, penetapan pemenang Pilpres 2019 tetaplah harus mengacu dan berdasarkan ketentuan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

"Norma Pasal 6A ayat (3) merupakan norma konstitusi yang berlaku positif. Oleh karena itu, pemenang Pilpres 2019 harus memenuhi 2 syarat yaitu, pertama, memperoleh suara lebih dari 50 persen dari suara pemilih sah dalam Pilpres 2019. Kedua, perolehan suara tersebut harus  harus tersebar minimal 20 persen di sekurang-kurangnya  pada 18 provinsi oleh karena jumlah provinsi saat ini sebanyak 34," kata Bahrul melalui pesan tertulisnya.

Apabila tidak ada paslon capres yang memperoleh suara sesuai ketentuan pasal 6A ayat (3), lanjut Bahrul, maka Pilpres 2019 tidak menghasilkan pemenang yang dapat disahkan dan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2014.

"Sangat disesalkan sekaligus memalukan, ketika beberapa ahli hukum (tata negara) melacurkan diri, dengan mengatakan norma Pasal 6A ayat (3) tidak berlaku oleh karena telah ada putusan No.50/PUU-XII/2014," kritiknya.

Pendapat demikian, menurut dia, secara akademis sungguh memalukan dan menyesatkan. Sebab, telah memanipulasi konstitusi dan untuk menyesatkan rakyat.

Bahrul menuturkan, ada dua alasan yang menyebabkan Putusan MK No.50/PUU-XII/2014 tidak dapat menganulir norma Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Pertama, MK tidak memiliki wewenang menguji norma UUD 1945, oleh karena tindakan demikian bersifat ultra vires. Kedua, putusan MK No.50/PUU-XII/2014 muncul dalam proses pengujian terhadap Pasal 159 ayat (1) UU 42/2008 tentang Pilpres yang sudah tidak berlaku, karena normanya telah diganti dengan UU 7/2017.

"Senyatanya UU 7/2017 tidak mengakomodir norma Putusan MK No.50/PUU-XII/2014, melainkan tetap tunduk bahkan  mereduplikasi norma pasal 6A ayat (3) UUD 1945, sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 416 ayat (1) UU 7/2017 yang berbunyi: pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia," papar dosen ilmu perundang-undangan ini.

Oleh karena itu, jelas Bahrul, apabila dalam Pilpres 2019, tidak ada paslon capres yang memperoleh suara sesuai jumlah dan sebaran yang ditentukan dalam Pasal 6Aayat (3) UUD 1945 jo Pasal 416 ayat (1) UU 7/2017, maka Pilpres 2019 tidak menghasilkan pemenang yang memiliki hak konstitusional untuk dilantik.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA