Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

RI Bisa Jadi Pelopor Kaum Milenial Gaungkan Perdamaian Global

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 28 April 2019, 11:41 WIB
RI Bisa Jadi Pelopor Kaum Milenial Gaungkan Perdamaian Global
Iwan Gardono Sujatmiko/Humas BNPT
rmol news logo Mengingat karakter dunia maya yang tak terbatas (borderless), maka gerakan kaum milenial peduli perdamaian melalui dunia maya harus menjadi gerakan global.

Generasi milenial atau duta-duta damai di dunia maya baik pada level nasional, regional hingga global dibutuhkan untuk berkolaborasi menebarkan pesan-pesan perdamaian.

Hal ini agar para generasi muda tidak mudah dipengaruhi hal-hal negatif seperti propaganda radikal terorisme maupun ujaran kebencian yang disebarkan melalui dunia maya.

Namun untuk mewujudkan hal tersebut tentunya semua pihak baik dari institusi pemerintah dan kalangan swasta harus mau turut serta berperan aktif dengan melibatkan para generasi muda dengan memberikan pelatihan dalam menyebarkan konten-konten perdamaian melalui dunia maya.

"Pelatihan-pelatihan seperti yang dilakukan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) terhadap para generasi muda untuk menciptakan perdamaian dalam menangkal ujaran kebencian, kekerasan, intoleransi ini sangat penting. Tidak harus dilakukan BNPT saja, kementerian lain yang terkait dengan pendidikan tehadap generasi muda seperti Kemendikbud, Kemenristek Dikti, Kemenkominfo, Kemenpora harus mau memberikan pelatihan kepada generasi muda untuk mau peduli dalam menyebarkan masalah perdamaian melalui dunia maya," ujar Gurubesar Sosiologi Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), Iwan Gardono Sujatmiko di Jakarta.

Iwan mengatakan, perusahaan-perusahaan dengan kegiatan CSR-nya juga bisa melibatkan kaum milenial untuk menggaungkan perdamaian. Jika nantinya semua pihak itu bisa menggandeng para generasi muda tersebut,  maka lama-lama para generasi muda penggerak perdamaian di dunia maya itu akan semakin banyak.
 
"Kalau hal itu bisa ditonjolkan dengan massif, tentunya negara lain akan dapat melihat hal tersebut bahwa Indonesia berupaya mengampanyekan perdamaian melalui generasi mudanya. Apalagi zaman sekarang teknologi sudah berkembang pesat dan canggih. Semua orang dalam hitungan detik juga bisa langsung melihat, negara lain bisa langsung melihat secara cepat," ujarnya.

Indonesia akan menjadi pelopor bahwa kaum milenial mampu menggaungkan perdamaian tersebut. Apalagi ia melihat program yang dilakukan BNPT dengan membentuk Duta Damai Asia Tenggara, beberapa hari yang lalu, merupakan suatu hal yang sangat luar biasa dalam upaya merangkul kaum milenial di kawasan Asia Tenggara.

"Ini nanti mungkin bisa juga dicontoh di kawasan lain seperti Asia Selatan atau mungkin juga di Timur Tengah. Dan ini menurut saya bagus sekali. Tidak menyangka kita bisa seperti ini,” ucap alumni Havard University, Amerika Serikat ini.

Selain itu menurut Iwan agar kaum millenial mau menggaungkan perdamaian secara global bisa juga dilakukan melalui kampus-kampus. Sebab, mahasiswa di kampus juga memiliki jaringan dan dapat diupayakan melalui unit-unit kegiatan mahasiswa melalui kegiatan yang lebih kepada nilai harmoni kebhinnekaan dan toleransi.

"Itu yang mungkin selama ini masih kurang digalakkan di kampus-kampus. Termasuk di jenjang bangku sekolah seperti tingkat SMA.  Karena sekarang ini mereka (mahasiswa dan pelajar) mayoritas adalah pengguna cyber. Dan di cyber itu semua konten pasti akan masuk terus. Kalau mereka tidak dibekali pemahaman yang cukup seperti toleransi, wawasan kebangsaan dan hal-hal yang berhubungan dengan budaya kita, tentu  nasionalismenya akan tergerus oleh hal-hal yang negatif," tuturnya. 

Iwan menjelaskan, kendala yang dihadapi para generasi muda seolah-olah enggan untuk mau peduli dengan menyebarkan perdamaian karena kurang dukungan.

"Karena ini kan sebenarnya bukan hanya untuk terorisme semata, tapi juga bisa untuk masalah lain seperti SARA. Kalau tidak dibantu meng-counter seperti ini juga akan repot nantinya, seperti ada pembiaran. Karena SARA itu kan juga merupakan upaya pembelahan. Jadi harus digaungkan juga,” ucapnya.

Faktor lain yang membuat kaum milenial ini enggan menggaungkan perdamaian juga akibat banyaknya tayangan di televisi yang kurang memberikan edukasi kepada generasi muda.
 
“Perbandingannya antara program edukasi dan sinetron itu ya 50:50 lah.  Karena kalau tidak dilakukan seperti itu generasi milenial ini otaknya mudah tercuci dengan tayangan-tayangan yang mengandung unsur kebencian, kekerasan atau intoleransi," terangnya.

Untuk itu dirinya kembali menghimbau agar semua pihak harus ikut turun tangan untuk membangun generasi milenial ini untuk lebih peduli terhadap perdamaian. Karena mengandalkan peran orang tua sebagai pendidik di lingkungan keluarga saja tidak cukup.

"Tidak cukup. Jadi harus semua pihak, sekolah, pemerintah dan bahkan televisi  harus memberikan edukasi yang positif,  tayangan tentang budi pekerti. Televisi inikan banyak program acaranya, hiburan boleh, tetapi kan tidak hanya tayangan hiburan saja. Karena tayangan tentang budi pekerti ini akan membangkitkan karakter anak untuk bisa membangun perdamaian juga," ujarnya mengakhiri.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA