Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mahasiswa Unpad: Penyelenggaraan Pemilu 2019 Adalah Yang Terburuk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Selasa, 30 April 2019, 11:16 WIB
Mahasiswa Unpad: Penyelenggaraan Pemilu 2019 Adalah Yang Terburuk
Konsolidasi Mahasiswa Unpad/Net
rmol news logo . Demokrasi adalah sistem politik yang lahir pasca runtuhnya feodalisme dan menempatkan kedaulatan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Salah satu perwujudan demokrasi dalam konteks menentukan pemimpin adalah penyelenggaraan pemilihan umum.

Di Indonesia, melalui pemilihan umum, rakyat secara langsung dapat berpartisipasi memberikan suara mereka yang kemudian menjadi legitimasi terhadap pemimpin negara. Maka dari itu pemilihan umum harus menjadi hajat yang sakral, diselenggarakan memenuhi azas-azas yang tertuang dalam konstitusi dan dikawal oleh seluruh warga negara.

Penyelenggaraan pemilu secara langsung di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 2004 hingga 2019. Namun harus diakui bahwa Penyelenggaraan Pemilu tahun 2019 adalah yang terburuk.

Demikian disuarakan Konsolidasi Mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) yang menggelar aksi hari ini, Selasa (30/4) di Jawa Barat.

Sekitar 40 orang aktivis Konsolidasi Mahasiswa Unpad baru saja menggelar aksi di Bawaslu Jawa Barat, selanjutnya mereka akan menggelar aksi serupa di KPU Jabar dan DPRD Jabar.

Koordinator Lapangan aksi Konsolidasi Mahasiswa Unpad, Farid mengatakan, tahun 2019 adalah kali pertama penyelenggaraan pemilu legistlatif dan pemilu presiden secara serentak, hal ini dilakukan dengan asumsi dapat menghemat anggaran yang dikeluarkan untuk pemilu, yang memang tidak pernah sedikit. Akan tetapi pemerintah dan penyelenggara pemilu teryata gagal melakukan efisiensi anggaran.

"Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan RI, pemilu 2014 menghabiskan anggaran sekitar Rp 15,62 triliun, sedangkan pemilu 2019 menghabiskan anggaran sekitar Rp 25,59 triliun," ungkapnya.

Selain itu kenaikan anggaran penyelenggaraan pemilu yang hampir 50 persen tersebut, ternyata menghasilkan Penyelenggara Pemilu yang sangat tidak profesional. Mulai dari simpang siur informasi mengenai dokumen A5 dan KTP elektronik sebagai syarat untuk bisa memilih di TPS, kendala-kendala teknis di banyak TPS karena kekurangan logistik hingga tingginya angka kematian petugas KPPS dalam proses pelaksanaan pemilu.

"Sungguh ini adalah bencana demokrasi bagi Indonesia!" ujar Farid.

Ditambahkannya, kegagalan serupa juga dilakukan oleh partai politik peserta pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Salah satu fungsi dari partai politik adalah memberikan edukasi bagi masyarakat termasuk persoalan pemilu. Namun fungsi tersebut gagal dilakukan.

"Tidak bisa dipungkiri bahwa keterbelahan yang terjadi di masyarakat saat ini sangat tajam. Peran partai politik sangat diperlukan untuk merekonstruksi pikiran masyarakat demi meminimalisir disintegrasi sosial," demikian Farid. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA