Inisiator KMN, dr. Dhienda Nasrul menyampaikan, sedikitnya tujuh poin yang membuat pembentukan TPF ini menjadi sangat penting dan mendesak.
Pertama, perekrutan petugas KPPS tidak menggunakan syarat surat sehat. Kedua, terdapat petugas KPPS perempuan yang hamil dan mengalami keguguran. Ketiga, waktu kerja melewati batas 40 jam per minggu dan tidak mengunakan shift pergantian waktu kerja.
Selanjutnya yang keempat, KPU tidak memastikan jaminan kesehatan BPJS kepada petugas KPPS. Kelima, pemeriksaan diagnosis kematian dan data kematian tidak diumumkan secara jelas dan transparan oleh KPU.
"Keenam, terdapat kematian yang ditutup-tutupi sebagai kasus bunuh diri. Masih banyak kasus abu-abu yang perlu melalui proses autopsi," tandas Dhienda.
Sedangkan ketujuh, meninggalnya ratusan petugas KPPS dalam kurun waktu kurang lebih 14 hari sejak Pemilu dikategorikan sebagai Kematian Luar Biasa menjadi pertanyaan besar, di mana peran negara dalam melindungi warganya.
Dhienda bersama teman-temannya lalu mengikatkan tali pita kuning di lengan Hariansyah perwakilan Komnas HAM sebagai simbol turut berduka cita kepada para korban.
Ia berharap kedepan, UU pemilu direvisi agar sejak dari proses perekrutan KPPS hingga pasca pemilu, mereka mempunyai kejelasan.
"Undang-undangnya sedemikian rupa, seperti dari awal perekrutan temen-temen KPPS itu dibuat sedemikian rupa sehingga 2024 nanti UU ini melindungi teman teman KPPS, maka perlu revisi UU pemilu," tutup Dhienda.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: