Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Paradigma MK Bikin Hasil Pilpres Sulit Diubah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 21 Mei 2019, 12:40 WIB
Paradigma MK Bikin Hasil Pilpres Sulit Diubah
Refly Harun/Net
rmol news logo Penetapan perolehan suara pilpres telah resmi diketok oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hasilnya, pasangan Joko Widodo-Maruf Amin tampil sebagai pemenang Pilpres 2019.

Namun demikian, kubu pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno masih bisa mengajukan gugatan tentang indikasi kecurangan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku pesimis gugatan itu bisa mengubah hasil pemilu.

“Paling sekadar menyumbang bagi evaluasi pemilu ke depan,” katanya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (21/5).

Jika tujuannya sebatas membuktikan bahwa kecurangan itu memang ada, MK dapat menjadi forum. Sebab, persidangan MK bisa disaksikan seluruh rakyat.

“Tapi dengan paradigma ‘signifikan mempengaruhi hasil pemilu’, kiranya tidak mudah untuk mengubah hasil di MK,” jelasnya.

Untuk saat ini, Refly mengimbau kepada masyarakat untuk menunggu apakah Prabowo-Sandi akan mengajukan sengketa ke MK atau tidak.

“Kalau tidak, game is over. Jokowi-Maruf akan diumumkan sebagai calon terpilih,” sambungnya.

Jika paslon 02 mengajukan sengketa, maka publik harus menunggu belasan hari ke depan untuk tahu hasilnya. Apakah permohonan akan dikabulkan atau ditolak.

“Yang jelas, sejak 2004, semua permohonan sengketa pilpres ditolak,” lanjutnya.

Permohonan ditolak karena memang tidak mudah membuktikan klaim kecurangan berdasarkan aspek kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, harus bisa didalilkan kehilangan atau penggelembungan suara minimal separuh dari selisih kedua paslon yang sebesar 16.957.123 suara.

“Jangankan membuktikan kehilangan atau penggelembungan jutaan suara. Ribuan suara saja susah. Terbukti di sini bukan sekadar klaim, tapi yang terbukti di persidangan dg fakta n data. Tidak hanya asumsi atau keyakinan masyarakat awam,” terangnya.

Sebenarnya, pemohon punya opsi kedua, yaitu beralih kepada aspek kualitatif. Praktik yang diterima selama ini, adanya kecurangan yang terstruktur, masif, dan sistematis (TSM).

“Lagi-lagi tidak mudah membuktikan kecurangan yang TSM. Sekali lagi, terbukti di persidangan, bukan sekadar keyakinan awam. Sejak 2004, pemohon selalu gagal membuktikan adanya kecurangan TSM,” ungkapnya.

Dia menekankan bahwa paradigma MK selama ini soal sengketa pemilu ialah ‘signifikan mempengaruhi hasil pemilu’. Artinya, bisa saja satu hingga dua kecurangan terbukti, tetapi dianggap tidak signifikan mempengaruhi atau mengubah hasil pemilu.

“Sekali lagi, untuk sengketa pilpres, tidak mudah bagi pemohon karena begitu luasnya cakupan wilayah dan jumlah suara yang terlibat. Kecuali MK mengubah paradigmanya, asal ada kecurangan yang terbukti yang dilakukan paslon, bisa didiskualifikasi,” pungkas Refly. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA