Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Pemerintah Harus Evaluasi MoU Helsinki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 29 Mei 2019, 01:20 WIB
Pengamat: Pemerintah Harus Evaluasi MoU Helsinki
Arif Susanto/Dok
rmol news logo Pernyataan Ketua DPA Partai Aceh, Muzakir Manaf dinilai telah menciderai kesepakatan MoU Helsinki.

Namun di sisi lain, ini membuktikan bahwa pemerintah harus fokus pembangunan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia di negeri Serambi Mekkah.

Begitu kata pengamat politik dari Exposit Startegic Political, Arif Susanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/5)..

Arif menengari pernyataan referendum yang dilontarkan Muzakir akibat kebijakan pembangunan di Aceh tertinggal. Di samping itu tidak adanya pemenuhan hak warga Aceh sesuai kesepemahaman MoU Helsinki.

"Sebab kalau kita melihat hari ini, ini adalah potret ironis dari kebijakan pembangunan yang harus diakui juga sedikit banyak meminggirkan mereka-mereka yang ada di bagian terdepan Indonesia. Kalau dulu kan disebutnya terluar, ini yang harus diubah," ucap Arif.

Sehingga lanjut Arif, hal yang perlu diperbaiki adalah tataran implementasi MoU Helsinki itu sendiri.

"Jadi jangan kemudian setiap kali ada problem atau tataran implementasi lalu solusinya buru-buru dicari pada level sistem atau struktur. Problem dengan kesepakatan Helsinki tu lebih dari problem implementasi, jadi keliru kalau problem implementasi solusinya dicari pada perubahan sistem," kata Arif.

Hemat dia, sebaiknya Muzakir Manaf dengan partai politik lokalnya memperkuat di DPRD untuk menuntut pemerintah memenuhi hak masyarakat Aceh.

"Referendum itu kan menunjukkan bahwa Muzakir Manaf dan kelompoknya merasa bahwa dengan sistem kesatuan hari ini, padahal kesatuan nya itu asimetris. Kenapa kok asimetris? lihat saja emang ada di daerah lain partai lokal, kan nggak ada. Itu yang saya sebut sebagai sistem atau struktur tadi. Solusinya dicari pada perubahan sistem, apalagi partai Aceh dan partai-partai lokal itu punya power yang cukup kuat di DPRD," urainya.

Selain itu juga, menurut Arif, pemerintah pusat memang harus mengevaluasi kebijakan umum yang sudah mereka buat, terutama pasca MoU Helsinki itu.

"Tidak hanya dengan melakukan pembangunan ekonomi yang sifatnya fisik ya tapi juga pembangunan manusia," terang Arif.

Jika kampanye Pilpres 2019 lalu, Jokowi menjanjikan periode kedua ini fokus pembangunan manusia maka bisa atau tidak berarti Aceh harus menjadi prioritas, selain juga Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Ini kan tiga wilayah yang kira-kira ada di bagian terdepan Indonesia, tetapi secara infrastruktur dan Sumber daya manusia itu menjadi yang terbelakang," tandasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA