Pengamat politik dari Exposit Startegic Political, Arif Susanto mengatakan bahwa kehendak publik MK tidak sebatas menjadi "Mahkamah Kalkulator" yang pekerjaannya bertumpu pada penghitungan selisih jumlah suara.
"Dengan argumentasi-argumentasi kualitatif itu kan tidak kemudian membuat Mahkamah Konstitusi tidak menjadi mahkamah kalkulator," ucap Arif Susanto kepada
Kantor Berita RMOL, Senin (17/6).
Menurutnya, perkara pada perselisihan hasil pemilu di MK bukan hanya mempermasalahkan jumlah suara, melainkan kepada proses pilpres itu sendiri.
"Jadi yang dimaksud pemilu yang bebas dan berkeadilan adalah free and fair itu terkait bukan hanya pada hasilnya, tapi terutama kepada prosesnya lebih kedata-data kualitatif," katanya.
Arif menekankan, data kualitatif memang lebih banyak dibutuhkan jika proses pilpres yang dipermasalahkan, dibanding hanya kepada hasil pilpres.
"Proses itu lah yang lebih banyak membicarakan data-data kualitatif lebih dibandingkan data kuantitatif," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: