Kini, pernyataan Jokowi tersebut tidak lagi terdengar. Director for Presidential Studies-DECODE UGM, Nyarwi Ahmad menilai presiden terpilih sudah sadar bahwa tidak bagi-bagi jatah menteri merupakan hal yang mustahil.
Dia menguraikan, di tahun 2014 Jokowi tampil sebagai sosok populis yang datang bukan dari kalangan elit penting partai politik. Sehingga imej yang ditampilkan harus benar-benar sesuai dengan yang sedang digandrungi masyarakat.
"Pada periode pertama itu kan pak Jokowi sebagai sosok populis ya, bahkan imagenya sebagai orang diluar pimpinan partai, diluar elit-elit petinggi partai. Jadi pak Jokowi sebagai bagian kekuatan populis di sana," ucap Nyarwi kepada
Kantor Berita RMOL, Rabu (3/7).
Namun setelah berkecimpung di pemerintahan, sambungnya, Jokowi telah berubah menjadi aktor penting. Sehingga, mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak mungkin bisa menghindarkan fase untuk bagi-bagi jabatan.
"Ketika seseorang menjadi aktor-aktor penting atau aktor sentral, maka transaksi politik itu dimana-mana tak terhindarkan. Itu bagian dari marketing politik," jelas Nyarwi.
Atas alasan itu, Nyarwi berkesimpulan bahwa Jokowi kini sadar dan tidak mungkin untuk mengatakan tidak akan bagi-bagi kursi menteri.
"Dugaan saya, tentu saja potensi bahwa adanya bagi-bagi kekuasaan itu sudah disadari," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: