Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Belajar Kok Berubah Jadi Bekerja? Lebih Parah Dari Outsourcing

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 04 Juli 2019, 13:40 WIB
Belajar Kok Berubah Jadi Bekerja? Lebih Parah Dari Outsourcing
Foto: Dok
rmol news logo Aktivis buruh memperingatkan adanya perubahan konsep pemagangan menjadi bekerja. Perubahan itu telah melenceng dari tujuan awal dilakukannya pemagangan nasional.

Vice President Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Obon Tabroni menilai, ada keanehan dengan pemagangan yang berlaku akhir-akhir ini.

“Pemagangan sudah berubah fungsi. Pemagangan yang awalnya untuk belajar dan meningkatkan skill, kini kok berubah jadi bekerja?” kata Obon mempertanyakan, Kamis (4/7).

Lebih lanjut, Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini menegaskan, sejak awal, pihaknya di KSPI tegas menolak sistem pemagangan. Sebab selain konsepnya tidak jelas juga dimanfaatkan untuk menjadikan peserta magang sebagai budak dengan bayaran sangat amat murah, di bawah standar upah yang sah.

"Bagi kami, pemagangan seperti itu hanyalah kedok lain dari outsourcing. Peserta magang diberi target yang sama dengan pekerja biasa, diwajibkan bekerja lembur, shift tapi dengan pendapatan yang diperoleh dinamakan uang saku," terang Obon.

Metode pemagangan itu, menurut dia, tidak akan bisa meningkatkan kapasitas dan kapabilitas tenaga kerja.

"Magang lebih buruk dari outsourcing. Karena di sini hak-haknya tidak jelas," tegasnya.

Pemagangan hanya akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha. Karena memperoleh pekerja dengan cuma-cuma kemudian diiming-imingi dibayar hanya dengan sistem pemberian uang saku.

Selain itu, menurut dia, program ini juga sebagai bukti, pemerintah tidak mampu membuka lapangan pekerjaan yang memadai bagi warga masyarakat Indonesia.

"Tentu pengusaha senang dengan sistem tersebut karena mendapat keuntungan lebih banyak. Bahkan sudah banyak buruh tetap yang di-PHK dan digantikan dengan magang," ujar Obon.

Lebih lanjut, aktivis buruh yang terpilih sebagai anggota DPR ini mengatakan, sistem pengawasan yang tidak berjalan maksimal pun turut memperumit situasi. Pengawasan pun gagal untuk memastikan tidak adanya pelanggaran.

Karena itu dia meminta agar sistem magang dikembalikan pada tujuan awal yaitu belajar.

"Caranya dengan pembatasan yang ketat. Misal, perbandingan teori dan praktek 50:50, tidak ada target, tidak bekerja shift, lama kerja per minggu 30 jam, dan pembatasan lain," tegasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA