Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketimbang Dihapus, Evaluasi Pendidikan Agama Lebih Tepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/azairus-adlu-1'>AZAIRUS ADLU</a>
LAPORAN: AZAIRUS ADLU
  • Selasa, 09 Juli 2019, 21:27 WIB
Ketimbang Dihapus, Evaluasi Pendidikan Agama Lebih Tepat
Ilustrasi/NET
rmol news logo Wacana untuk menghapuskan pendidikan agama dari pembelajaran di sekolah tidaklah tepat. Munculnya wacana ini dikaitkan dengan kasus-kasus intoleran yang mengatasnamakan toleransi.

Pendidikan agama sesungguhnya mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang justru menumbuhkan dan memperkuat nilai-nilai toleransi di Indonesia.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra mengatakan, nilai-nilai seperti kejujuran, tolong menolong, dan mengasihi sesama umat manusia diajarkan di semua agama. Nilai-nilai tersebut selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Oleh karena itu tidak tepat mengaitkan pendidikan agama dengan kasus-kasus intoleran.

“Apabila berbicara tentang ramainya kasus radikalisme, intolerasi, dan longgarnya rasa tenggang rasa antar umat beragama di Indonesia, penghapusan pendidikan agama di Indonesia bukanlah jalan yang tepat untuk ditempuh," kata Nadia dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Selasa (9/7).

Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah timbulnya kasus-kasus seperti itu hendaknya menjadi bahan evaluasi oleh pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya mengajarkan nilai-nilai agama yang berbasis kemanusiaan agar ujaran kebencian yang berdampak pada gesekan antar umat beragama tidak lagi terjadi.

Di samping mengajarkan tata cara menjalankan ajaran agama masing-masing dengan baik dan benar, konten pembelajaran berisi nilai-nilai kemanusiaan yang diekstrak dari nilai-nilai berasal dari semua agama merupakan cara yang tepat untuk menunjukkan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan.

Oleh karena itu, lanjut Nadia, tanpa menghapuskan mata pelajaran agama di sekolah, pemerintah dapat mengevaluasi kurikulum pelajaran agama agar dapat mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Tanggung jawab ini dapat diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama.

Di sisi lain, guru-guru yang mengajarkan agama diharapkan merupakan individu yang kompeten di bidangnya.

"Guru-guru agama tersebut hendaknya dapat menterjemahkan nilai-nilai keagamaan yang bersifat universal dan mengajarkannya kepada para pelajar. Selain itu, mereka harus menjadi role model dalam proses implementasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Adanya panutan yang nyata seperti ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi para pelajar di sekolah," jelasnya.

"Oleh karena itu, evaluasi konten pembelajaran dan sosialisasi mendalam tentang kebhinekaan dan nilai-nilai kemanusiaan kepada guru-guru agama dapat menjadi opsi untuk mencegah penetrasi radikalisme di lingkungan sekolah," tambahnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA