Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekonom: Kemarahan Jokowi Kepada Menterinya Adalah Indikasi Kegagalan Tim Ekonomi Presiden

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Sabtu, 13 Juli 2019, 05:39 WIB
Ekonom: Kemarahan Jokowi Kepada Menterinya Adalah Indikasi Kegagalan Tim Ekonomi Presiden
Data target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015-2019/Repro
rmol news logo Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengungkapkan kekesalannya dengan menegur Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno lantaran ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,6 persen di periode Januari-Mei 2019.

Namun demikian, kemarahan Jokowi kepada bawahannya itu dinilai bukan hanya sekadar penurunan ekspor semata. Ada masalah lain yang membuat sang Presiden tak menyukai kinerja jajarannya.

"Presiden marah masalah defisit perdagangan, ekspor yang lemah, defisit neraca berjalan, rupiah yang tidak lebih baik, bahkan tertekan," kata ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini kepada Kantor Berita RMOL, Jumat (12/7).

Menurutnya, kebijakan ekonomi yang diterapkan dengan target pertumbuhan 7 persen memang tak mudah direalisasikan.

Sejauh ini, berdasarkan data pertumbuhan ekonomi sejak 2015 hingga 2019 selalu tak memenuhi target. Di tahun 2015, target sebesar 5,8 hanya dipenuhi sebesar 4,88 persen. Kemudian di tahun berikutnya, target 6,6 ekonomi tumbuh hanya dicapai 5,07 persen.

Di tahun 2017 lebih buruk. Target 7,1 persen yang dicanangkan hanya diraih 5,03 dan 2018, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 7,5 persen hanya direalisasikan 5,2 persen. Dan untuk tahun ini, target 8 persen dirasa akan sulit karena baru mencapai 5,3 persen.

"Target dan janji pertumbuhan ekonomi 2014-2019 7-8 persen tetapi realisasinya jauh dari target. Kemarahan Jokowi adalah indikasi bahwa tim ekonomi tidak berhasil," tandasnya.

Di sisi lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla berpandangan bahwa kemarahan Jokowi diungkapkan agar dua menteri tersebut meningkatkan ekspor dibanding impor minyak dan gas.

"Ya harus positif, bukan defisit, harus surplus. Surplus itu artinya ekspor harus lebih tinggi daripada impor itu," jelas JK beberapa waktu lalu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA