Begitu dikatakan Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi dalam diskusi media di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Rabu (31/7).
Persolan yang harus diselesaikan jika hitung eletronik itu diterapkan, kata Pramono, adalah soal bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa dengan hitung digital adalah perkembangan teknologi yang harus diterima dan hasilnya sama akuratnya dengan hitung manual.
"Orang masih belum percaya kalau orang memberikan suara secara elektronik itu akan dihitung dengan pas," ujar Pramono.
Pramono mencontohkan dua kasus yang berkaitan dengan perkembangan teknologi. Yaitu, penggunaan teknologi nuklir dan pengalihan teller bank menjadi mobile banking.
"Dari sisi potensi ketidak percayaan masyarakat, sebagian publik ini persis sama dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Secara teknologi kita akan sangat mampu (menerapkan) tapi orang-orang menolak karena ini bahaya radiasi," jelasnya.
"Kita untuk beberapa hal sudah percaya pada sistem elektronik. Kita sekarang kirim duit sudah dengan internet banking. Dia percaya kalau dikirim lewat HP-nya itu akan sampai ke anaknya dengan sejumlah itu," imbuhnya.
Sehingga, sambung Pramono, pekerjaan bersama diantara elemen masyarakat untuk menyadarkan masyarakat lainnya bahwa penghitungan suara eletronik merupakan pengembangan teknologi yang harus diterima dan dijalani.
"Bahwa kemajuan teknologi ini harus kita hadapi dan kita adopsi," demikian Pramono.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.