Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sinyal Gerindra Gabung Menguat, Anggota Koalisi Jokowi Panik Jatah Kursinya Berkurang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 02 Agustus 2019, 13:28 WIB
Sinyal Gerindra Gabung Menguat, Anggota Koalisi Jokowi Panik Jatah Kursinya Berkurang
Jokoiw-Prabowo/Net
rmol news logo Partai politik (parpol) yang tergabung di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dinilai sedang panik dengan kedatangan parpol yang akan bergabung ke dalam pemerintahan di pemerintahan Jokowi periode kedua. Anggota KIK, khawatir jatah kekuasaan di Kabinet Jokowi-Maaruf akan berkurang.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kepanikan itu sudah terlihat di beberapa partai, seperti Partai NasDem yang kerap kali melakukan gebrakan sendiri.

Misalnya melakukan pertemuan dengan tiga Ketua Umum parpol di Gondangdia dan bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dinilai untuk menyaingi pertemuan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri pada hari yang sama.

"Pertemuan empat parpol di Gondangdia bisa dikatakan diinisiasi oleh Surya Paloh, walaupun bungkusnya ulangtahun atau apa lah. Dan itu bukan hanya ujug-ujug gitu loh, itu pasti di stimulir oleh pertemuan Jokowi-Prabowo dan ternyata berapa hari setelah itu kan pertemuan Mega-Prabowo gitu kan," ucap Sekretaris Jenderal Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Satyo Purwanto kepada Kantor Berita RMOL, Jumat (2/8).

Menguatnya Partai Gerindra akan bergabung ke pemerintahan Jokowi-Maaruf membuat parpol di KIK menjadi panik akan berkurang jatah kursi di kabinet maupun kursi jabatan lainnya.

"Nah jadi itu bentuk satu kepanikan ya partai-partai koalisi pendukung Jokowi di pilpres yang bagaimana pun ada disitu campur aduk lah ya kalau menurut saya, ada ego koalisi, ada konflik kepentingan," jelas Satyo.

"Mungkin jatah kekuasaan yang terancam dan jelas sudah pasti akan ketika ada kelompok lain masuk dalam Koalisi sudah pasti konstruksi kabinet itu akan berubah, karena akan menampung jatah kelompok diluar koalisi pada saat pilpres," tambahnya.

Bahkan, kepanikan itu semakin terlihat ketika politisi PDIP Kapitra Ampera dan Dwi Ria Latifa menyerang politisi Partai Nasdem di acara diskusi di ILC pada Selasa (30/7) malam.

"Itu spontan lah ya didalam dinamika didalam forum (ILC) itu, tapi memang begini logikanya ketika satu partai melakukan konsolidasi yang seolah-olah ya itu pesan ya untuk melakukan bargain terhadap presiden terpilih, dan itu jelas ya dalam pendidikan politik tidak bagus ya. Ya meskipun punya rasionalisasi sendiri masing-masing gitu ya maka wajar statemen Kapitra, ya lebih baik Nasdem coba sekali-kali jadi oposisi gitu kan, coba melihat kekuasaan itu dari luar," terang Satyo.

Satyo menyebut ucapan Akbar Faisal pada forum diskusi itu dinilai telah melakukan penyerangan serta menjatuhkan eksistensi PDI-P.

"Itu bagian dari bentuk penyerangan terhadap eksistensi si PDI-P sebagai partai yang pengusung Jokowi. Maka mungkin reaksi Kapitra seperti itu, karena mungkin statemen Akbar Faizal tidak lebih bisa dikatakan gak beda nih dengan posisi seolah-olah mereka partai yang bersebrangan yang memiliki pasangan yang berbeda pada saat pilpres," pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA