"Selanjutnya adalah
adopsi teknologi yang dapat memacu dan memicu peningkatan produktivitas
petani yang merupakan salah satu penduduk terbanyak di Indonesia," ujar
mantan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) kepada
wartawan, Jumat (9/8).
SYL menyebut, Indonesia tidak perlu alergi mengadopsi teknologi pertanian yang dikhawatirkan mengurangi lapangan kerja.
"Menurut
pengalaman kami di Sulawesi Selatan, modernisasi pertanian justru
berbanding lurus dengan penciptaan lapangan kerja baru karena
bagaimanapun mesin-mesin pertanian harus dioperasikan oleh orang-orang
terlatih," ungkapnya.
SYL mengakui ada perbedaan adopsi teknologi
pertanian di negara-negara maju dan negera-negara seperti Indonesia.
Jika di negara-negara maju, teknologi diadopsi dengan alasan semakin
sedikitnya manusia yang mau bekerja di sektor pertanian sehingga
diperlukan mesin-mesin sebagai penggantinya.
"Nah, kalau di
Indonesia teknologi pertanian diadopsi untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi, dan penciptaan lapangan kerja baru yang lebih banyak,"
imbuhnya.
Tak hanya itu, adopsi teknologi pertanian juga diklaim
dapat menurunkan angka kemiskinan. Sebab dengan teknologi, pendapatan
masyarakat ikut meningkat.
"Inilah salah satu hal juga yang kami patut syukuri di Sulsel," ungkap dia.
Saat
awal menjadi Gubernur Sulawesi Selatan 2007 silam, angka kemiskinan
masih bertengger di angka 12 persen. Angka tersebut, kata dia, berhasil
diturunkan menjadi 9,4 persen di akhir masa jabatannnya.
"Kami
yakin seandainya ada kesempatan, masih banyak hal yang dapat kami
lakukan untuk mengembangkan sektor pertanian," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.