Langkah ini terkait dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa asal tanah Papua di sejumlah daerah di Jatim, yang berujung gelombang aksi di Papua dan Papua Barat.
"Bila ada keteledoran maka sudah sepantasnya dicopot. Karena efek yang ditimbulkan cukup meluas dan mengkhawatirkan," kata Koordinator BAT Priskolin saat jumpa pers, di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/8).
Jumpa pers tersebut turut hadir para aktivis dari Indonesia timur, yakni Papua, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Kegiatan ini sebagai wujud solidaritas aktivis dari Indonesia timur.
Priskolin mengatakan, rentetan peristiwa yang terjadi harus menjadi evaluasi penting bagi negara dalam merespons dan menangani persoalan Papua. Segala bentuk rasisme, diskriminasi, kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap mahasiswa dan warga Papua tidak boleh ditolerir dan dibiarkan.
"Negara harus melindungi ekspresi politik dan aspirasi yang disampaikan secara damai. Dan kami meminta agar semua masyarakat Indonesia untuk menghentikan rasisme, diskriminasi dan kekerasan pada rakyat timur Papua," terangnya seperti dalam keterangan tertulis.
Priskolin juga menekankan, aparat intelijen harusnya bisa memberikan pencegahan atau deteksi dini sebelum peristiwa itu menyulut ke Papua. Lantaran hal itu telah mencoreng Hari Kemerdekaan ke-74 RI yang baru diperingati.
"Kegagalan intelijen dan Polri harus jadi catatan penting. Sudah sepantasnya di pemerintahan Jokowi periode kedua ini untuk mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Kapolri termasuk Kepala Intelijen Polri," tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: