Pengamat politik Ade Reza Hariyadi menguraikan, aklamasi bisa terjadi karena calon tunggal yang muncul tidak memiliki kompetitor.
“Sehingga tidak perlu pemilihan atau voting," ucapnya kepada
Kantor Berita Politik RMOL pada Rabu (21/8).
Bisa juga terjadi untuk menjustifikasi bahwa aklamasi muncul sebagai perwujudan musyarawah mufakat. Artinya, tidak perlu ada voting dalam pemilihan, cukup urun rembug.
Namun yang bahaya, katanya, jika aklamasi yang terjadi merupakan sebuah cipta kondisi politik untuk membatasi dan mengarahkan suara pada kandidat tertentu. Ada skenario agar pimpinan daerah memberi rekomendasi politik dulu sebelum kongres atau muktamar digelar.
"Hal ini mencegah dinamika kongres menjadi tidak terkontrol dan akhirnya sekadar melegitimasi hasil yang sudah dirancang sebelumnya,†jelasnya.
Lebih parah lagi jika aklamasi terjadi karena figur petahana yang memiliki pengaruh hegemonik, sehingga menjadi pilihan dominan pemilik suara.
"Itu membatasi kesempatan terjadinya sirkulasi kekuasaan internal partai," demikian Ade.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.