Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

IPW: Kenapa Internal KPK Panik Dengan Capim Dari Polri?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Jumat, 23 Agustus 2019, 00:17 WIB
IPW: Kenapa Internal KPK Panik Dengan Capim Dari Polri?
Neta S Pane/Net
rmol news logo Sejumlah pihak terutama internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejatinya tak perlu panik dengan kehadiran jenderal polisi menjadi calon pimpinan (capim) KPK atau bahkan lolos menjadi pimpinan KPK.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengingatkan bahwa kehadiran polisi berpangkat bintang di pimpinan KPK bukan merupakan hal yang baru.

“Masuknya jenderal polisi bukan hal yang baru,” katanya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/8).

Dia kemudian menceritakan saat awal-awal lembaga anti rasuah itu berdiri. Kala itu, penggawa pimpinan KPK telah diisi oleh jenderal polisi, sebut saja Irjen (purn)Taufiequrachman Ruki dan Irjen (purn) Bibit Samad Rianto.

Uniknya, justru di era mereka internal KPK bisa solid dan tak terbelah menjadi "polisi taliban dan polisi India".

Lanjut Neta, kepanikan internal KPK sangat terlihat saat pernyataannya yang mempermasalahkan bahwa enam capim KPK belum menyerahkan LHKPN. Padahal, kata Neta, mereka masih berstatus sebagai “calon” dan belum menjabat sebagai pimpinan KPK.

“Sangat aneh, jika sudah menjadi pimpinan KPK bolehlah dipermasalahkan,” ujar Neta.

Di sisi lain, jika semangatnya adalah untuk transparansi, maka Neta menyarankan kepada pihak-pihak yang menyoal LHKPN untuk menggugat KPK. Pasalnya, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lembaga anti rasuah itu mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

“Kenapa KPK menolak memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan BPK untuk mengaudit keuangannya, seperti dokumen atau data-data barang barang sitaan tersangka korupsi, baik yang sudah dilelang maupun belum,” tanya dia.

Menurut ayat 1 pasal 24 UU 54/2004, kata dia, setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana 1 tahun 6 bulan penjara atau denda Rp 500 juta.

“Artinya, dalam hal ini KPK harus berkaca bahwa dirinya saja tidak tertib administrasi hingga mendapat cap WDP dari BPK, bagaimana bisa dipercaya jika lembaga pemberantas korupsi tidak WTP status audit keuangannya,” tegas Neta.

Untuk itu, Neta mempertanyakan kenapa KPK masih punya moral mempersoalkan adanya enam capim KPK dari polisi yang belum menyerahkan LHKPN sedangkan Pansel KPK tidak mempersoalkannya.

“Dari sini terlihat bahwa ada internal KPK yang panik dengan masuknya jenderal polisi menjadi pimpinan KPK,” ujarnya.

Neta menambahkan, jika melihat kepemimpinan KPK saat dijabat oleh jenderal polisi, misalnya Taufiequrachman Ruki yang tak sungkan menangkap koleganya sesama polisi yang kedapatan korupsi. Begitu juga Bibid Samad Rianto yang hingga kini terus aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi

“Lalu kenapa ada internal KPK yang alergi dengan akan masuknya dua jenderal polisi menjadi pimpinan KPK. Apakah mereka takut boroknya akan dibongkar kedua jenderal polisi yang akan menjadi pimpinan KPK,” demikian Neta. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA