Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

GBHN Rentan Jadi Alat Proyek Elite Politik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 04 September 2019, 22:21 WIB
GBHN Rentan Jadi Alat Proyek Elite Politik
Pengamat politik Hendri Satrio/RMOL
rmol news logo Wacana untuk mengembalikan Garis Besar dan Haluan Negara (GBHN) harus jelas dan tidak membuat bingung masyarakat.

Menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Akbar Tanjung, tak masalah jika GBHN hanya sebatas rencana pembangunan nasional. Namun, dia tegas menolak jika GBHN menaruh MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

“Baiknya kita jangan lagi menjadi MPR sebagi lembaga tertinggi negara. Karena nanti bisa jadi pemilihan presiden kembali dipilih MPR. Padahal rakyat sekarang sudah ada pada posisi kedaulatan, termasuk dalam menentukan presiden,” ucap Akbar Tanjung di acara talkshow ‘Mengupas Polemik Wacana GBHN’ Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Rabu (4/9).

Apabila GBHN tetap dihidupkan, ia berharap ada lembaga lain selain pemerintah yang turut berpartisipasi dalam penyusunan. Hal tersebut untuk mengawasi pembangunan nasional sesuai dengan haluan negara yang berlandaskan kepentingan rakyat semata.

Diwawancarai secara terpisah, Direktur Eksekutif Kedai Kopi, Hendri Satrio mengatakan, tidak ada urgensinya menghidupkan kembali GBHN atau Haluan Negara. Dia justru mempertanyakan mengapa baru sekarang wacana itu keluar dan tidak pada periode pertama pemerintahan Jokowi.

Hendri curiga rencana GBHN berkaitan dengan program Nawacita Jokowi yang dianggap kurang berhasil. Rencana ini juga sarat dengan bentuk kekecewaan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) semata.

"Ataukah ada keinginan lain yang kaitannya dengan 2024? Ini justru yang menarik, harus kita kritisi,” paparnya.

Hendri berharap PDIP sebagai parpol penggagas kembalinya GBHN lebih menjelaskan secara rinci kepada masyarakat. Ia juga mewanti-wanti agar GBHN tak menjadi alat elite untuk memperlancar proyek politik pribadi meski berganti kepemimpinan.

"Misal contohnya Hambalangnya SBY kan tidak dilanjutkan oleh Pak Jokowi. Kalau ada haluan mungkin bisa diteruskan atau tidak. Artinya di haluan negara ini ada keterlanjutan-keterlanjutan pembanguna dari presiden sebelumnya,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA