Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Empat Mantan Pimpinan Tolak Revisi UU KPK, Ini Alasannya...

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Senin, 09 September 2019, 09:30 WIB
Empat Mantan Pimpinan Tolak Revisi UU KPK, Ini Alasannya...
demonstrasi penolakan revisi UU KPK/RMOL
rmol news logo Empat orang mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara menolak revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang disahkan saat rapat paripurna DPR RI dan disetujui oleh semua fraksi.

Pasalnya, didapati beberapa poin revisi yang dianggap justru melemahkan lembaga antirasuah. Diantaranya; pembentukan Dewan Pengawas, penyadapan mesti izin Dewan Pengawas, hingga pemberlakuan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) diatas 1 tahun, dan pegawai KPK diganti statusnya menjadi ASN.

Mantan Ketua KPK periode 2011-2015 Abraham Samad mengatakan bahwa revisi UU KPK justru akan membuat KPK mati suri lantaran kewenangannya dikendalikan oleh kekuasaan.

"Akan membuat KPK mati suri. KPK hendak dimasukkan sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif di bawah Presiden," kata Samad dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (9/9).

Sementara, mantan pimpinan KPK periode 2010-2011 Busyro Muqoddas menilai ada itikad buruk yang datang dari lembaga wakil rakyat atau DPR yang semua fraksi menyetujui revisi UU 30/2002 yang justru di dalamnya melemahkan KPK.

"Semua fraksi di DPR sepakat membunuh KPK. Merekalah pembunuh rakyat," tegas Busyro.

Bustro mengatakan, semua pegawai hingga pimpinan KPK secara beramai-ramai menolak revisi UU tersebut. Hal itu lantaran agenda pemberantasan korupsi di Indonesia itu membebaskan rakyat dari belenggu kemiskinan akibat dimiskinkan koruptor.

"Pengabdian nan tulus jajaran KPK sejak 17 tahun yang lalu hingga ini, semata untuk membebaskan ratusan juta rakyat yang dimiskinkan oleh Gang Mafia Koruptor," tegas Busyro.

Mantan Ketua Komisi Yudisial ini menilai, para Ketua Umum partai politik harus bertanggung jawab atas revisi UU KPK ini. Menurut Busyro, ini tragedi kemanusiaan apabila revisi UU KPK digarap DPR.

"Ketum-ketum Parpol paling bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan ini," ujar Busyro.

Disisi lain, mantan Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 M Jasin menyebut harapan terakhir ada ditangan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menentukan masa depan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, revisi UU KPK ini sejurus dengan proses seleksi calon pimpinan KPK (Capim KPK) jilid V.  

"Momentum untuk melemahkan KPK sudah dapat jalan yang mulus dengan diserahkannya nama-nama Capim KPK yang track record kurang bagus. Ditambah lagi semua fraksi setuju revisi UU KPK," kata M Jasin.

"Harapan terakhir hanya kepada Presiden bila masih berpihak terhadap agenda pemberantasan korupsi nasional," imbuhnya.

Sedangkan, mantan Wakil Ketua KPK Periode 2007-2011 Haryono Umar menyebut revisi UU KPK tidak memiliki urgensi apapun untuk saat ini. Hal itu terbukti dengan kinerja KPK sedari dulu hingga saat ini masih berjalan baik.

"Seharusnya UU 30 tahun 2002 tidak perlu direvisi, mengingat KPK selama ini mampu menjalankan tugas dan mencapai kinerja yang luar biasa. Perubahan UU KPK hanya akan mengurangi independensi KPK dan tidak efesien serta efektif dalam pemberantasan korupsi," demikian Haryono Umar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA