Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kemenkeu: Kenaikan Iuran BPJS Seharusnya Lebih Tinggi Lagi, 300 Persen Lebih

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 09 September 2019, 16:35 WIB
Kemenkeu: Kenaikan Iuran BPJS Seharusnya Lebih Tinggi Lagi, 300 Persen Lebih
Gedung Kemenkeu/Net
rmol news logo Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk peserta mandiri seharusnya 300 persen bukan 100 persen.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti mengatakan, angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan harusnya lebih tinggi dari yang direncanakan sekarang.

Nufransa mengatakan, sepanjang 2018, total iuran dari peserta mandiri adalah Rp 8,9 triliun, namun total klaimnya mencapai Rp 27,9 triliun.

"Dengan kata lain, claim ratio dari peserta mandiri ini mencapai 313 persen. Dengan demikian, seharusnya kenaikan iuran peserta mandiri lebih dari 300 persen" ujarnya dalam akun facebooknya, Minggu (8/9).

Dijelaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100 persen persen hanya berlaku untuk Kelas 1 dan Kelas 2. Sementara untuk kelas 3, naik 65 persen.

Nufransa mengungkapkan, keputusan itu diambil karena pemerintah juga mempertimbangkan kemampuan masyarakat membayar iuran. Sehingga kenaikan ini tidak terlalu memberatkan.

"Intinya adalah pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan," terangnya.

Dijelaskan, sejak tahun 2014, setiap tahun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selalu mengalami defisit. Sebelum memperhitungkan intervensi pemerintah baik dalam bentuk PMN (Penanaman Modal Negara) maupun bantuan APBN, besaran defisit JKN masing-masing Rp 1,9 triliun (2014), Rp 9,4 triliun (2015), Rp 6,7 triliun (2016), Rp 13,8 triliun (2017), dan Rp 19,4 triliun (2018).

"Dalam rangka mengatasi defisit JKN itu, pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk PMN sebesar Rp 5 triliun (2015) dan Rp 6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp 3,6 triliun (2017) dan Rp 10,3 triliun (2018)," ucap Nufransa.

Jadi, tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp 32 triliun di tahun 2019, dan meningkat menjadi Rp 44 triliun pada 2020 dan Rp 56 triliun pada 2021.

"Dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, maka kenaikan iuran itu memang diperlukan. Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia terganggu keberlangsungannya," demikian Nufransa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA