Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar: Penyerahan Mandat Tiga Pimpinan KPK Serampangan Dan Inkonstitusional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Minggu, 15 September 2019, 10:07 WIB
Pakar: Penyerahan Mandat Tiga Pimpinan KPK Serampangan Dan Inkonstitusional
Pimpinan KPK saat menggelar aksi/RMOL
rmol news logo Sikap tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo melanggar hukum tata negara dan konstitusi.

“Menyerahkan mandat KPK kepada Presiden melanggar sistem hukum tata negara dan konstitusi. Tidak ada nomenklatur penyerahan mandat KPK kepada Presiden berdasarkan hukum tata negara," kata pakar hukum tata negara, Fahri Bachmid, Minggu (15/9).

Menurut Fahri, sikap tiga pimpinan, yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M. Syarif merupakan manuver dengan menggunakan diksi menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden. Apa yang dipertontonkan pimpinan KPK kepada publik tersebut merupakan lelucon yang tidak lucu.

"Ini adalah suatu ironi yang terjadi di sebuah negara demokrasi konstitusional. Sikap mereka harus dipandang sebagai tindakan yang inkonstitusional, serampangan, dan melanggar UU 30/2002 tentang KPK itu sendiri," lanjut alumni Program Doktor Hukum Tata Negara kampus Universitas Muslim Indonesia, Makasar ini.

Dari segi hukum tata negara maupun hukum administrasi negara, tidak ada nomenklatur menyerahkan mandat kepada Presiden, selain karena tidak sejalan dengan rezim ketentuan Pasal 32 ayat (1) poin e.

UU KPK menegaskan bahwa pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatan, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan, mengundurkan diri, atau dikenai sanksi berdasarkan UU KPK.

Di sisi lain, Fahri menyebut Presiden tidak dalam kedudukan menerima tanggung jawab dan pengelolaan institusi KPK sebagai 'state auxiliary agencies' terkecuali tiga pimpinan KPK tersebut secara eksplisit dan resmi menyatakan mengundurkan diri sesuai dengan kaidah ketentuan Pasal 32 ayat (1) poin e UU KPK.

”Ini adalah suatu praktik yang tidak lazim dan cenderung deviasi dari prinsip hukum. Apalagi di satu sisi telah menyerahkan mandat kepada Presiden, tetapi di sisi yang lain berharap menunggu arahan dan direktif Presiden untuk menjalankan atau tidak menjalankan tugas-tugas kelembagaan KPK sampai bulan desember 2019,” tambah Fahri.

Lebih jauh, Fahri menegaskan pengunduruan diri dan penyerahan mandat Agus dkk sangat tidak negarawan dan potensial menjadi preseden buruk dalam praktik ketatanegaraan.

Berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat (5) dan (6) UU KPK, disebutkan bahwa ayat (5) “Pimpinan KPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif,” dan selanjutnya ayat (6) disebutkan bahwa “Pimpinan KPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi KPK".

Dengan demikian, maka untuk menjaga keberlangsungan dan kesinambungan kerja-kerja KPK sesuai tujuan dibentuknya KPK berdasarkan Pasal 4 UU KPK yaitu meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, Presiden sebagai kepala negara segera mengambil langkah-langkah sesuai mandat hukum yang ada, yaitu dapat mengambil langkah untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK saat ini dengan mengangkat anggota sementara pimpinan KPK sampai dengan berahirnya periode pimpinan yang lama, yaitu sampai pada bulan Desember 2019 yang akan datang.

Agar segala proses pro justicia di KPK berjalan dengan normal, lanjut Fahri, tindakan tiga pimpinan KPK dengan mengembalikan mandat kepada Presiden dapat dikualifisir sebagai tindakan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 32 ayat (1) point e UU KPK. karena,...e. mengundurkan diri; sehingga terpenuhi maksud dari kata-kata mengembalikan mandat adalah sejalan dengan maksud mengundurkan diri.

”Dengan demikian maka Presiden dapat menggunakan kewenangan konstitusionalnya berdasarkan UU 10/2015 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2015 tentang Perubahan atas UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi undang-undang," katanya.

Dijelaskan Fahri, khusus ketentuan Pasal 33A ayat (1) yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan pimpinan KPK, yang menyebabkan pimpinan KPK berjumlah kurang dari tiga orang, Presiden dapat mengangkat anggota sementara pimpinan KPK sejumlah jabatan yang kosong.

Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa anggota sementara pimpinan KPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas, wewenang, kewajiban dan hak yang sama dengan pimpinan KPK.

Dan pada ketentuan pasal 33B menyebutkan bahwa masa jabatan anggota sementara pimpinan KPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 33A ayat (1) berahir pada saat pengucapan sumpah atau janji anggota pimpinan KPK yang baru setelah dipilih melalui proses sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2).

”Dengan demikian maka Presiden dapat mengisi kekosongan pimpinan KPK yang kurang dari tiga orang tersebut dan secara kelembagaan KPK tetap berjalan menyelesaikan tugas dan wewenangnya sampai dengan dilantiknya pimpinan KPK yang baru pada bulan Desember nantinya," pungkas Fahri.

Tiga pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Saut Sitomurang, dan Laode M. Syarif menyerahkan mandat kepada Presiden berawal dari adanya revisi UU KPK. Dalam pernyataanya, Agus menyampaikan KPK dikepung dari berbagai sisi dan pemberantasan korupsi semakin mencemaskan. Menurut Agus, pihaknya belum mengetahui draf isi revisi UU KPK tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA