Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pusat Studi HTN UI: Revisi UU KPK Rawan Dipolitisasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Senin, 16 September 2019, 11:34 WIB
Pusat Studi HTN UI: Revisi UU KPK Rawan Dipolitisasi
revisi UU KPK bisa dijadikan "senjata" untuk melemahkan kekuatan lembaga tersebut/Net
rmol news logo Revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai rawan dipolitisasi. Seperti adanya upaya pelemahan pemberantasan korupsi dengan dibentuknya lembaga pengawas.

"Mekanisme checks and balances yang perlu dibangun, bukan mekanisme pertanggungjawaban. Keberadaan lembaga pengawas mungkin diperlukan, namun sebatas pengawasan terhadap etika dan moral para komisioner dan aparatur di tubuh KPK, bukan pengawasan apalagi mekanisme konfirmasi terhadap pelaksanaan kewenangan pro justitia," jelas Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri melalui keterangan tertulisnya, Senin (16/9).

Padahal, kata Mustafa, UU KPK telah mengatur mekanisme checks and balances. Di antaranya harus menyampaikan laporan tahunan ke Presiden, DPR, dan BPK.

Secara hukum acara, pelaksanaan kewenangan KPK juga harus dalam koridor KUHAP dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. TepatnyaUU 31/1999 dan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, berbagai UU telah mengatur tentang transparansi dan akuntabilitas publik lembaga negara, sehingga ada partisipasi masyarakat dalam mengontrol KPK.

Bahkan, kata Mustafa, revisi UU KPK yang berkaitan dengan ketentuan pemberhentian pimpinan KPK juga rawan dipolitisasi. Karena adanya klausul "melakukan perbuatan tercela".

"Pengertian 'perbuatan tercela' dalam Revisi UU KPK dapat dimaknai sebagai 'pasal karet' yang memungkinkan digunakan untuk menjegal pimpinan KPK secara politis. Hal ini tentu saja akan mengganggu kinerja KPK ke depan, karena Pimpinan KPK terancam dipolitisasi dalam menjalankan jabatannya," ungkapnya.

Dengan demikian, Presiden Joko Widodo dan DPR RI harus membangun upaya pemberantasan korupsi dengan pendekatan mekanisme. Sehingga dapat melihat permasalahan secara utuh, menyeluruh, dan strategis.

"Revisi UU KPK bisa saja satu hal, namun lebih daripada itu harus melihat pula apa yang menjadi kelemahan dalam undang-undang lainnya seperti KUHP, UU Pemberantasan Korupsi, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Pengadilan Tipikor, UU Kekuasaan Kehakiman, dan lain sebagainya dalam upaya pemberantasan korupsi," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA